Perbedaan Perseptif Antarkelompok Sekitar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


Kekalahan Jepang dalam perang Asia Timur Raya ternyata memberikan dampak yang besar bagi Indonesia. Kekalahan ini menyebabkan munculnya kebijakan-kebijakan terkait dengan akan dibentuknya Indonesia sebagai negara yang merdeka melalui langkah-Iangkah yang dilakukan oleh BPUPKI. Kekalahan Jepang menyebabkan semakin munculnya sifat ketidaksabaran bangsa Indonesia untuk segera memproklamirkan kemerdekaan dengan memanfaatkan waktu yang dianggap tepat tersebut. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya peristiwa Rengasdengklok tanggal 16Agustus 1945 yang akhirnya bermuara pada Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.


Seperti telah disebutkan di depan, nampaknya tidak pernah terbayangkan secara pasti kapan dan oleh siapa proklamasi kemerdekaan Indonesia diikrarkan. Peristiwa yang terjadi di Jepang, yaitu dibombardirnya Hiroshima tanggal 6 Agustus 1945 dan Hiroshima 9 Agustus 1945 oleh Sekutu di bawah pimpinan Amerika Serikat ternyata membawa dampak yang besar bagi perjuangan Indonesia. Pintu kemerdekaan semakin terbuka, Jepang tidak dapat menyembunyikan kekalahannya, walaupun berusaha ditutupi.

Realisasi Indonesia akan menjadi negara yang merdeka bukan isapan jempol belaka seperti apa yang sudah dijanjikan oleh Perdana Menteri Koiso (7 September1944) dan apa yang sudah dipersiapkan oleh BPUPKI tidak sia-sia. Ini dibuktikan dengan dipanggilnya tokoh-tokoh nasionalis Indonesia seperti Soekarno, Hatta, Radjiman Widyodiningrat pada tanggal 9 Agustus 1945 ke Dalat, Saigon (Vietnam).

Kedatangan mereka ini dalam rangka memenuhi panggilan Panglima Angkatan Perang Jepang di Asia Tenggara Marskal Terauchi. Dua hari sebelum kedatangannya ke Dalat, Saigon terjadi peristiwa penting di tanah air, yaitu pada tanggal 7 Agustus 1945 terjadinya perubahan nama dari BPUPKI menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Perubahan BPUPKI menjadi PPKI merupakan proses Indonesianisasi dari segala buatan Jepang di tanah air. PPKI tidak sama dengan BPUPKI, karena keanggotaannya tidak melibatkan Jepang (Icebangashe tidak lagi ada di dalamnya). Konsep dasar negara Pancasila, rancangan undang-undang dasar walaupun merupakan produk BPUPKI, tetapi secara yuridis formal disahkan oleh PPKI. Dari sini dapat dilihat bagaimana manisnya permainan politik yang dilakukan oleh perintis kemerdekaan sampai tujuan untuk kemerdekaan tercapai.

Rombongan Ir. Soekarno, Hatta, dan Radjiman tiba di tanah air pada tanggal 14 Agustus 1945. Sementara di tanah air terdengar kabar bahwa Jepang sudah menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah tanpa syarat. Berita ini dengan cepat tersebar di kalangan pemuda sehingga pada pukul 4 sore Sjahrir menjumpai Hatta, menceritakan keadaannya tentang cerita itu dan mendesak supaya membuat proklamasi di luar kerangka PPKI.

Pada tanggal 15 Agustus 1945 Kaisar Hirohito mengumumkan penyerahan Jepang kepada Sekutu diterima melalui slaran radio di Jakarta. Siaran ini terutama didengar oleh para pemuda yang termasuk orang-orang Menteng Raya 31 seperti, Chaerul Saleh, Abubakar Lubis, Aidit, Darwis, Djohar Nur, Wikana dan sebagainya.

Perbedaan waktu, kapan proklamasi kemerdekaan dilaksanakan menyebabkan terjadinya peristiwa Rengasdengklok. Golongan tua (karena usianya antara 45 – 50 tahun) tetap pada perjanjiannya dengan Terauchi yaitu setelah rapat PPKI (tanggal 18 Agustus 1945), sedangkan golongan muda (karena umumya rata-rata 25 tahun) menghendaki secepatnya, paling lambat tanggal 16 Agustus 1945. lni artinya tanggal 17 Agustus 1945 adalah di luar kehendak kedua golongan tersebut.

Dalam peristiwa menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia, dikotomi antara kedua kelompok ini ternyata muncul dan merebak ke permukaan hingga sempat terjadi ketegangan di antara mereka. Ketegangan itu muncul sebagai akibat perbedaan pandangan tentang saat diumumkannya proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Sementara itu Sutan Sjahrir sebagai seorang yang mewakili dan selalu berhubungan dengan pemuda merasa gelisah karena telah terdengar melalui radio bahwa Jepang telah kalah dan memutuskan untuk menyerah kepada Sekutu, Sjahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak agar proklamasi kemerdekaan Indonesia segera dilaksanakan oleh Soekarno-Hatta tanpa harus menunggu izin dari Jepang. Itulah sebabnya ketika mendengar kepulangan Soekarno - Hatta. Radjiman Wediodiningrat dari Dalat (Saigon), ia segera datang ke rumah Bung Hatta untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.

Bung Hatta tidak dapat memenuhi permintaan Sutan Sjahrir dan untuk tidak mengecewakan, maka diajaknya ke rumah Bung Karno. Oleh Bung Hatta dijelaskan maksud kedatangannya Sutan Sjahrir, namun Bung Karno belum dapat menerima maksud Sutan Sjahrir dengan alasan bahwa Bung Karno hanya bersedia melaksanakan proklamasi, jika tetah diadakan pertemuan anggota-anggota PPKI yang lain. Dengan demikian tidak, menyimpang dari rencana sebelumnya yang telah disetujui oleh pemerintahan Jepang. Selain itu Soekarno akan mencoba dulu untuk meneliti kebenaran berita kekalahan Jepang tersebut sebelum mengadakan tindakan yang menentukan demi masa depan bangsanya.

Sikap Bung Karno dan Bung Hatta tersebut memang beralasan karena jika proklamasi dilaksanakan di luar PPKI, maka Negara Indonesia Merdeka itu harus dipertahankan terhadap Sekutu (NICA) yang akan mendarat di Indonesia dan sekaligus tentara Jepang yang ingin mempertahankan jajahannya atas Indonesia. Jadi dengan demikian Negara Indonesia Merdeka harus dipertahankan terhadap dua lawan sekaligus. Hal ini akan berlainan, jika proklamasi dilaksanakan di dalam konteks PPKI, karena Jepang tidak akan memusuhinya.

Sutan Sjahrir kemudian pergi ke Menteng Raya (markas para pemuda) dan di sana ia bertemu dengan para pemuda seperti: Sukarni. BM. Diah, Sayuti Melik dan lain-lain. Kemudian dilaporkan apa yang baru terjadi di kediaman Bung Karno dan Bung Hatta. Mendengar berita itu kelompok muda menghendaki agar Soekarno-Hatta (golongan tua) segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Menuru golongan muda tidak seharusnya para pejuang kemerdekaan Indonesia menunggu-nunggu berita resmi dari Pemerintah Pendudukan Jepang. Bangsa Indonesia harus segera mengambil inisiatif sendiri untuk menentukan strategi mencapai kemerdekaan.

Golongan muda ini kemudian mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1945 (pukul 20.00 WIB). Yang hadir antara lain Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Margono, Wikana, dan Alamsyah. Rapat Itu dipimpin oleh Chairul Saleh dengan menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan golongan muda yang menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantungkan kepada orang dan kerajaan lain. Segala ikatan, hubungan, dan janji kemerdekaan harus diputus dan sebaliknya perlu mengadakan rundingan dengan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta agar kelompok pemuda diikutsertakan dalam menyatakan proklamasi.

Setelah rapat dan mengadakan musyawarah, maka diambill keputusan untuk mendesak Bung Karno agar bersedia melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia secepatnya sehingga lepas dari Jepang. Yang mendapat kepercayaan dari teman-temannya untuk menemui Bung Karno adalah Wikana dan Darwis. Oleh Wikana dan Darwis, hasil keputusan itu disampaikan kepada Bung Karno jam 22.30 waktu Jawa zaman Jepang (22.00 WIB) di kediamannya, Jalan pegangsaan Timur, No. 56 Jakarta. Namun sampai saat itu Bung Karno belum bersedia melepaskan ikatannya dengan Jepang, yang berarti belum bersedia memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tanpa PPKI. Di sini terjadi perdebatan sengit antara Bung Karno dengan Wikana dan Darwis. Dalam perdebatan ini Wikana menuntut aga proklamasi dikumandangkan oleh Soekarno pada keesokan harinya.

Wikana yang pernah menjadi anak emas Soekarno dengan terang-terangan mengatakan bahwa Soekarno sedang gagal berbuat sebagai bapak. Keretakan terakhir terjadi Wikana mencetuskan “Apabila Bung Karno tidak mau mengucapkan pengumuman itu malam ini juga, besok akan terjadi pembunuhan dan pertumpahan darah”. Dengan sangat marah Soekarno berkata dengan keras ”ini leher saya, seretlah saya ke pojok itu, dan sudahilah nyawa ini juga, jangan menunggu besok”. Moh Hatta juga mempunyai prinsip yang sama dengan Soekarno tidak akan mau dipaksa untuk mengerjakan apapun dengan terburu-buru, dan menantang pemuda itu untuk mengumumkan sendiri kemerdekaan itu jika mereka mampu melaksanakannya.

Para pemuda itu kembali berapat di jalan Cikini No. 71 Jakarta dan membahas tindakan-tindakan yang akan dibuat sehubungan, dengan penolakan Soekarno - Hatta. Pertemuan ini masih dipimpin oleh Chaerul Saleh yang tetap pada pendiriannya bahwa kemerdekaan harus tetap diumumkan dan itu harus dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sendiri, tidak seperti yang direncanakan oleh Jepang. Orang yang dianggap paling tepat untuk melaksanakan itu adalah Soekarno-Hatta. Karena mereka menolak usul pemuda itu, pemuda memutuskan untuk membawa mereka ke luar kota yaitu Rengasdengkok, letaknya yang terpencil yakni 15 km ke arah jalan raya Jakarta -Cirebon.

Pemilihan Rengasdengklok sebagai tempat pengamanan Soekarno-Hatta, didasarkan pada perhitungan militer. Antara anggota PETA Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta terdapat hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan bersama. Secara geografis, Rengasdengklok letaknya terpencil. Dengan demikian akan dapat dilakukan deteksi dengan mudah terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah.

Tujuan penculikan kedua tokoh ini selain untuk mengamankan mereka dari pengaruh Jepang juga agar keduanya mau segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala ikatan dengan Jepang.

Pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 (jam Jepang) atau pukul 04.00 WIB penculikan dilaksanakan. Tidak diketahui secara jelas siapakah yang memulai peristiwa ini. Ada yang mengatakan Sukarnilah yang membawa Soekarno-Hatta dini hari ke Rengasdengklok. Menurut Soekarno, Syahrirlah yang menjadi pemimpin penculikan dirinya dengan Moh. Hatta.

Walaupun sudah diamankan ke Rengasdengklok, Soekarno-Hatta masih tetap dengan pendiriannya. Sikap teguh Soekarno - Hatta itu antara lain karena mereka belum percaya akan berita yang diberikan pemuda kepada mereka, dan berita resmi dari Jepang sendiri belum diperoleh. Seorang utusan pemuda yang bernama Yusuf Kunto dikirim ke Jakarta untuk melaporkan sikap Soekarno-Hatta dan sekaligus untuk mengetahui persiapan perebutan kekuasaan yang dipersiapkan pemuda di Jakarta. Achmad Subardjo sibuk mencari informasi kebenaran tentang penyerahan Jepang kepada Sekutu yang tiba-tiba dikagetkan dengan hilangnya Soekarno - Hatta. Keberadaan Soekarno-Hatta akhirnya diketahui dari Wikana, ketika itu juga Achmad Subardjo datang ke Rengasdengklok dan berhasil meyakinkan para pemuda bahwa proklamasi pasti akan diucapkan keesokan harinya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehingga pada tanggal 16 Agustus 1945 malam hari Soekarno-Hatta dibawa kembali ke Jakarta.

Sementara itu di Jakarta telah terjadi kesepakatan antara golongan tua, yakni Achmad Soebardjo dengan Wikana dari golongan muda untuk mengadakan proklamasi di Jakarta. Laksamana Muda Maeda bersedia untuk menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu Jusuf Kunto dari pihak pemuda dan Soebardjo yang dilikuti oleh sekretaris pribadinya mbah Diro (Sudiro) menuju Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno. Semua ini dilakukan tidak lepas dari rasa prihatin sebagai orang Indonesia, sehingga terpanggil untuk mengusahakan agar proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat dilaksanakan secepat mungkin. Namun sebelumnya perlu mempertemukan perbedaan pendapat antara golongan tua dan muda. Untuk itu maka Soekarno dan Moh. Hatta harus terlebih dahulu kembali dari Rengasdengklok ke Jakarta.

Rombongan yang terdiri atas Achmad Soebardjo, Sudiro, dan Jusuf Kunto segera berangkat menuju Rengasdengklok, tempat di mana Soekarno dan Moh. Hatta diamankan oleh pemuda. Perlu ditambahkan juga, di samping Soekarno dan Moh. Hatta ikut serta pula Fatmawati dan Guntur Soekarno Putra. Peranan Achmad Soebardjo sangat penting dalam peristiwa ini, karena mampu mempercayakan para pemuda, bahwa proklamasi akan dilaksanakan keesokan harinya paling lambat pukul 12.00. WIB. ini dapat dikabulkan dengan jaminan nyawanya sebagai taruhannya. Akhirnya Subeno komandan kompi PETA setempat bersedia melepaskan Soekarno-Hatta ke Jakarta. Sampai di Jakarta sudah pukul 23.00 malam. Untuk menginap di Hotel Des Indes dalam rangka rapat penyusunan teks proklamasi ditolak oleh pihak hotel dengan alasan sudah lebih pukul 10.00 malam.

Achmad Soebardio kemudian menghubungi temannya yaitu Laksamana Muda Maeda untuk meminta bantuannya. Laksamana Muda Maeda mengijinkan rumahnya sebagai tempat menyusun naskah Proklamasi. Beliau berjanji akan menjaga keselamatannya selagi masih di dalam rumahnya.


0 Response to "Perbedaan Perseptif Antarkelompok Sekitar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia"

Post a Comment