Organisasi-Organisasi Pergerakan Nasional di Indonesia


Munculnya organisasi-organisasi yang membawa pada pergerakan nasionalisme Indonesia latar belakangnya ternyata terlahir dari berbagai golongan, terutama golongan pelajar, kaum nasionalis, aliran sekuler, gerakan profesi, serta gerakan awal wanita. Berikut akan kita bahas deskripsinya secara singkat. Munculnya organisasi-organisasi yang membawa pada pergerakan nasionalisme Indonesia latar belakangnya ternyata terlahir dari berbagai golongan, terutama golongan pelajar, kaum nasionalis, aliran sekuler, gerakan profesi, serta gerakan awal wanita. Berikut akan kita bahas deskripsinya secara singkat.


a. Budi Utomo
Latar belakang munculnya organisasi Budi Utomo karena adanya kondisi kehidupan yang sangat mem prihatinkan. Namun sejak diberlakukannya politik etis, ternyata mendatangkan dampak positif terhadap perkembangan pendidikan penduduk pribumi. Hanya di lain pihak para pelajar Indonesia ini mengalami kesulitan dalam memperoleh dana. Hal ini mengundang keprihatinan dr. Wahidin Sudirohusodo untuk berusaha mengumpulkan dana dengan melakukan propaganda keliling Pulau Jawa. Ide itu lalu diterima oleh dr. Sutomo yang saat itu sedang belajar di Stovia. Penghimpunan dana ini juga ditujukan untuk merealisasikan pengajaran dan pendidikan masyarakat Jawa yang tidak terlepas dari budaya aslinya yang digabungkan dengan pola pendidikan barat. Akhirnya, pada 20 Mei 1908, Sutomo dan rekan-rekannya berhasil mendirikan sebuah organisasi di Jakarta yang bernama Budi Utomo. Sehingga sampai sekarang tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Ketika mengembangkan Budi Utomo, Sutomo dan kawan-kawan memperkenalkan cara-cara organisasi modern yang mengarah kepada kesadaran pribumi untuk memegang teguh paham dan ideologinya. Dari sanalah muncul perubahan-perubahan sosial dan politik pada masyarakat pribumi.

Kemunculan organisasi Budi Utomo mengakibatkan tanggapan dan reaksi dari Belanda. Ada beberapa tanggapan yang mengatakan tentang terbentuknya Budi Utomo. Menurut sebagian golongan, Budi Utomo merupakan gerakan renaissance budaya Indonesia. Sementara, ada sekelompok golongan terutama kaum priayi dengan kelas sosial yang tinggi kurang setuju dengan adanya Budi Utomo, karena mereka khawatir kehadirannya akan mengganggu dan mengubah status mereka saat itu. Akhirnya, golongan priayi ini (regent bond) membentuk organisasi di Semarang pada tahun yang sama dengan nama Setia Mulia. Tetapi beberapa kelompok lain seperti para bupati ternyata sangat mendukung kehadiran Budi Utomo.

Dengan hadirnya Budi Utomo, ternyata semangat kebangsaan dari suku-suku bangsa di Indonesia semakin bertambah besar, terbukti dengan diselenggarakannya Kongres Budi Utomo pada 3-5 Oktober 1908. Dalam perjuangannya, Budi Utomo memilili dua prinsip, yaitu prinsip yang diwakili oleh golongan muda yang cenderung menangani masalah politik dalam menghadapi pemerintah kolonial, dan prinsip kedua yang diwakili oleh golongan tua dengan arahan dan perjuangan melalui sosial budaya.

b. Sarekat Islam
Pada awalnya, Sarekat Islam (SI) hanyalah sebuah perkumpulan para pedagang yang diberi nama Sarekat Dagang Islam yang dipelopori oleh K.H. Samanhudi, seorang pengusaha batik dari kampung Lawean (Kolo). Pada awalnya, tujuannya hanya untuk mengimbangi supaya persaingan dapat diatasi dalam menghadapi pedagang asing. Pada tahun 1912 Sarekat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat Islam di bawah pimpinan H.U.S. Cokroaminoto dengan beranggotakan semua kalangan masyarakat yang beragam Islam. Kegiatan Sarekat Islam menjadi terfokus pada masalah-masalah keagamaan dengan segala bukti nyatanya.

Namun, tujuan utama Sarekat Islam tetap yaitu mengembangkan ekonomi Islam seperti yang dikemukakan oleh Haji Umar Said Cokroaminoto pada rapat besar di kebun binatang Surabaya pada 26 Januari tahun 1913. Setelah SI mengalami perkembangan, pemerintah Belanda merasa khawatir karena dianggapnya SI dapat membahayakan kedudukan pemerintah Belanda, apalagi setelah keanggotaan SI semakin luas dan besar serta berhasil mengadakan Kongres Nasional. Kongres Nasional I diselenggarakan di Jakarta dengan dihadiri oleh 360.000 anggota dan masih H.U.S. Cokroaminoto yang terpilih sebagai pimpinan SI. Sebelum Kongres Nasional tahunan yang kedua (1917), muncul aliran revolusioner yang dipimpin oleh Samaun. Pada tahun 1918 dalam kongres ketiga pengaruh Samaun yang hanya sebagai Ketua SI Lokal Semarang semakin menjalar dalam organisasi SI secara keseluruhan (CSI = Central Sarekat Islam). Rupanya dengan hadirnya, aliran revolusioner merupakan awal perpecahan dalam organisasi SI.

Buktinya dalam kongres keempat tahun 1919, SI memerhatikan golongan buruh karena diduga untuk mempersiapkan kemajuan menurut anggapan mereka hancur perekonomian tidak semata-mata penjajah melainkan adanya kapitalis dari para pengusaha lokal juga, sehingga pengaruh komunis sudah semakin merasuk pada organisasi ini. Terbukti saat dilakukannya kongres kelima tahun 1921 SI terpecah menjadi dua kelompok, yaitu SI Putih di bawah pimpinan H.U.S. Cokroaminoto dan SI Merah dipimpin oleh Samaun yang akhirnya berkembang menjadi organisasi yang berhaluan komunis. Tahun 1933 Central Sarekat Islam berubah menjadi Parti Sarekat Islam yang kehidupan organisasinya semakin kompleks dan pada tahun 1927 PSI berubah kembali menjadi PSII Partai Sarekat Islam Indonesia.

c. Indische Partij
Organisasi politik Indische Partij ini didirikan oleh Ernest Eugene Francois Douwes Dekker (Dr. Danudirja Setia Budhi), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) yang dikenal dengan nama “Tiga Serangkai”, pada 25 Desember 1912 di Bandung. Perhimpunan ini termasuk organisasi yang memiliki keistimewaan, karena meskipun usianya pendek, tetapi anggaran dasarnya dijadikan sebagai peletak dasar politik Indonesia sebagai organisasi campuran antara orang Indo dengan pribumi.

Namun karena prinsipnya yang sangat radikal dalam mengiginkan Indonesia merdeka, maka pemerintah Belanda sangat menentang dan hati-hati untuk berhubungan dengan Indische Partij. Sehingga perjuangannya untuk mendapatkan badan hukum ternyata sia-sia, karena pada 4 Maret 1913 perhimpunan ini ditutup dan dianggap sebagai organisasi terlarang. Ketiga tokohnya diasingkan ke Belanda. Namun Cipto Mangunkusumo dikembalikan karena sakit, dan pada tahun 1919 Setia Budhi dan Suwardi Suryaningrat juga dikembalikan dan mereka tetap terjun dalam dunia politik untuk memikirkan perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan. 

d. Muhamadiyah
Muhamadiyah merupakan organisasi yang berakar pada keagamaan. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada 18 November 1912, di bawah pimpinan K.H. Ahmad Dahlan. Tujuan pendirian Muhamadiyah adalah sebagai tanggapan atas dasar saran Budi Utomo dengan maksud memberi pelajaran agama kepada anggotanya, sehingga kelompok Muhamadiyah dikatakan sebagai organisasi agama yang modern. Pelaksanaan program kerjanya dimulai dengan mendirikan sekolah yang berlandaskan agama, panti asuhan, panti jompo dan fakir miskin serta balai pengobatan dan rumah sakit. Perkumpulan ini tetap berpusat di Yogyakarta.

Pada 20 Desember 1912, Muhamadiyah menginginkan organisasinya memiliki badan hukum dan ternyata dikabulkan oleh gubernur jenderal yang memerintah pada saat itu, dengan dikeluarkannya Govermen Besluit (SK) nomor 81 tanggal 22 Agustus 1914. Ternyata setelah Muhamadiyah berbadan hukum, perkumpulan sejenis tidak hanya ada di Yogyakarta saja, melainkan muncul di beberapa wilayah di Indonesia, terutama di sekitar pesantren-pesantren yang sering mengadakan perkumpulan (tablig).

Atas persetujuan pemerintah Belanda, Muhamadiyah berhak mendirikan cabang di semua wilayah. Peranan Muhamadiyah sangat besar dalam mempersiapkan perlawanan terhadap dominasi asing. Sebab dengan hadirnya organisasi ini, tingkat pendidikan masyarakat Indonesia menjadi lebih maju, baik dalam pendidikan agama maupun pendidikan umum.

e. Gerakan Pemuda Seluruh Indonesia
Titik api yang bersinar dari gerakan Budi Utomo, ternyata membawa dampak dan respons yang baik dari seluruh pemuda yang ada di Indonesia. Hal ini terbukti dengan bermunculannya perhimpunan gerakan-gerakan pemuda di Indonesia. Di antara perhimpunan tersebut pada tahun 1914 berdiri Perkumpulan Pasundan yang bertujuan untuk mempertinggi derajat kesopanan, kecerdasan dan memperluas kesempatan kerja, dengan beberapa pimpinan seperti R. Kosasih Surakusumah, R. Otto Kusumah dan Jayadiningrat. Kemudian orang-orang Ambon yang bertempat tinggal di Jawa membentuk perkumpulan Sarekat Ambon di bawah pimpinan A.J. Patty yang ingin mempersiapkan pemerintah yang berparlemen. Namun, karena gerakannya yang radikal, A.J. Patty dibuang ke Bangka. 

Pada 16 Agustus 1927, di Jakarta dibentuk Organisasi Persatuan Minahasa di bawah pimpinan dr. Tumbelaka dan Sam Ratulangi. Kemudian, berdiri pula Sarekat Celebes akibat dari adanya kesalahpahaman. Selain itu banyak pula berdiri kumpulan pemuda seperti Sarekat Madura, Perserikatan Timor, dan Sarekat Sumatra. Perkembangan organisasi pemuda ini berdampak pada terbentuknya perkumpulan pemuda kedaerahan.

f. Organisasi Kepanduan
Sejalan dengan lahirnya organisasi pemuda, lahir juga perkumpulan kepanduan yang berupa organisasi lanjutan dari induk organisasi asalnya. Pada awalnya, organisasi kepanduan hanya menghimpun kelompok pemuda yang gemar melakukan kegiatan olahraga. Organisasi kepanduan yang pertama kali berdiri adalah Javaansche Padvinders Organisatie (JPO) yang berkedudukan di Solo, berdiri pada tahun 1916. 

Di kalangan anak-anak keturunan Eropa juga berdiri organisasi Neda Indische Padvinders Vereeninging (NIPV) tahun 1917. Setelah melewati tahun 1920, organisasi kepanduan ini semakin berkembang dan mengikuti perkembangan paham nasionalisme, maka bermunculan puluhan organisasi sejenis, seperti Sarekat Islam Afdeling Pandu (SIAP), Hizbul Wathon, dan Pandu Pemuda Sumatra. Akhirnya, keberadaan semua organisasi kepanduan ini dapat menopang kehidupan organisasi politik. Akhirnya, muncul Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI), hanya karena dicurigai oleh pemerintah Belanda, KRI dilarang untuk berkumpul dan melakukan kegiatan.

g. Taman Siswa
Setelah dipulangkan ke Indonesia Suwardi Suryaningrat atau dikenal dengan sebutan Ki Hajar Dewantara, masih tetap memiliki keinginan untuk memajukan bangsanya. Hingga pada tahun 1922, ia mendirikan perguruan Taman Siswa. Taman Siswa ini lahir dengan tujuan untuk memperbaiki sistem pendidikan secara kultural yang dapat diselenggarakan dengan baik. Bahkan organisasi ini menjadi tonggak untuk penataan pengembangan pendidikan nasional. Keistimewaan dari Taman Siswa ialah pelaksanaan kepemimpinan dalam organisasi yang demokratis, dan mengutamakan kepentingan rakyat. Seorang pemimpin harus menjadi kunci bagi keberhasilan dan kemajuan rakyatnya, salah satu caranya yaitu berjuang dan belajar. Sehingga pada akhirnya, organisasi ini mengetahui betul tentang peranan pendidikan nasional sebagai alat untuk mencapai kemerdekaan. 

Taman Siswa memiliki pedoman sebagai berikut. “Ing ngarso sing tulodo, Ing madya mangun karso, Tut wuri handayani” Pedoman tersebut dapat diartikan sebagai prinsip seorang pemimpin. Jika di depan dia harus menjadi teladan, jika di tengah dia harus mampu membangun dan di belakang dia harus mampu memberi soko atau dukungan yang baik. 

Ketangguhan dan kehebatan Taman Siswa ialah dalam pelaksanaan pendidikannya. Pada umumnya, pelaksanaan pendidikan diserahkan kepada pihak swasta, sehingga cegahan kolonial Belanda terhadap jalannya pendidikan menjadi terbatas. Akibatnya, Belanda merasa takut Taman Siswa ini akan menghancurkan pemerintahannya. Saat itu pemerintah mengeluarkan peraturan tentang adanya sekolah liar, dan akhirnya Taman Siswa memiliki keterbatasan dalam melakukan pergerakannya. Tetapi undang-undang tentang sekolah liar ini banyak ditentang oleh beberapa tokoh pemuda pendidik yang lain di luar Pulau Jawa. 

h. Partai Komunis Indonesia
Cikal bakal lahirnya Partai Komunis Indonesia yaitu terjadinya perpecahan Sarekat Islam. Dengan hadirnya golongan revolusioner yang membentuk SI Merah ternyata berdampak terhadap berkembangnya pemikiran sosialis pada suatu organisasi atau perkumpulan. Bersamaan dengan hal itu, muncul pula lahirnya Marxisme Belanda di bawah pimpinan Sneevliet dan didukung oleh tokoh dari Indonesai yaitu Samaun. Dilihat dari pelaksanaan politiknya, PKI ini ialah salah satu organisasi politik yang radikal, sehingga keberadaannya dilarang oleh pemerintah Belanda. Namun secara diam-diam dan ilegal Samaun, Darsono, dan Alin tetap menjalankan aktivitas politik bahkan sempat mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI).

i. Gerakan Wanita
Pelopor yang mendukung adanya keikutsertaan wanita dalam berjuang merebut kemerdekaan ialah Raden Ajeng Kartini. Idealisme yang disebut dengan gerakan emansipasi wanita itu tumbuh karena Kartini hidup di kalangan bangsawan. Ia sering memerhatikan tentang budaya barat dengan sungguh-sungguh. Sebagai hasil realisasi dari Kartini dalam memajukan pendidikan bagi kaum wanita, timbulah pergerakan dari kaum wanita Indonesia. 

Pada awalnya, organisasi kewanitaan yang diselenggarakan Kartini hanyalah sebatas pendidikan kecakapan wanita sebagai ibu rumah tangga, tetapi itu hanya terjadi sebelum tahun 1920. Setelah Kartini memeloporinya, muncul organisasi wanita yang membekali bahwa wanita itu memiliki hak yang sama dalam berbagai kehidupan, seperti Organisasi Putri Mardika, serta sekolah-sekolah wanita yang lain.

Di daerah Pasundan ada tokoh yang bernama Raden Dewi Sartika yang menyelenggarakan Sekolah Kautamaan Istri, hampir di semua kabupaten di Jawa Barat. Kemudian, di Yogyakarta berdiri pula organisasi kewanitaan yang bernama Sopa Tresna, yang kemudian menjadi bagian dari organisasi Muhamadiyah dan namanya menjadi Aisyiyah. Di Sumatra berdiri Organisasi Keutamaan Istri Minangkabau dan Kerajinan Amal Setia. Ternyata setelah tahun 1920, perkumpulan wanita ini muncul menjadi organisasi sosial yang lebih luas. Seperti di Minahasa, didirikan organisasi De Gorontalosche Muhamedaansche Vroumen Vereeinging, yang merupakan tonggak untuk lahirnya organisasi wanita yang membantu dalam gerakan kebangkitan nasional. 

j. Partai Nasional Indonesia
Keadaan sosial politik yang semakin sulit membuat beberapa organisasi berusaha untuk menyesuaikan diri dengan orientasi baru. Seperti penyimpangan yang dilakukan PKI pada tahun 1926, mengakibatkan tumbuhnya semangat untuk menyusun kekuatan baru, terutama golongan nasionalis. Pada awal tahun 1927 berdiri sebuah perkumpulan yang bernama Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Ir. Soekarno. Meski arahannya pada situasi politik, namun beberapa pengikutnya seperti Mohammad Hatta tetap menekankan pada aspek pendidikan. Pada 4 Juli 1927, kelompok nasionalis mengadakan perkumpulan di Bandung yang bertujuan untuk mendukung berdirinya PNI. Adapun tujuan dari PNI yang sebenarnya adalah ingin mencapai Indonesia merdeka.

Di bawah pimpinan Bung Karno (sebutan untuk Ir. Soekarno), kemajuan PNI semakin bertambah pesat. Namun sayang, keberadaannya tetap tidak disetujui oleh pemerintah Belanda, sehingga tersiar kabar bahwa PNI sebagai provokator yang akan melakukan pemberontakan pada tahun 1930. Akhirnya, pemimpin-pemimpin PNI termasuk Bung Karno ditangkap oleh Belanda pada 24 Desember 1929, kemudian perkaranya diserahkan ke pengadilan. Saat jalannya sidang, semua warga memiliki pencurahan perhatiannya kepada Bung Karno. Bahkan beberapa surat kabar pun menghimpun pembicaraan Bung Karno saat di pengadilan. Meski Bung Karno mendapatkan pembelaan, namun keputusan menjatuhkan hukuman terhadap Bung Karno selama 4 tahun. Hukuman tersebut diartikan oleh seluruh pengikut nasionalis bahwa siapa yang bertindak seperti Bung Karno takut dikategorikan sebagai kejahatan politik, maka demi keselamatan pada tahun 1931 pengurus-pengurus PNI secara berangsur membubarkan diri.

k. Partai Indonesia (Partindo)
Karena PNI telah dinyatakan sebagai partai terlarang, maka tokoh-tokoh nasionalis membentuk panitia untuk mendirikan partai baru. Di bawah pimpinan Sartono, pada 1 Mei 1931 diumumkanlah berdirinya perkumpulan baru yang dinamakan dengan Partai Indonesia. Partai ini masih merupakan kelanjutan dari PNI, agar diharapkan para anggota PNI yang telah bubar masuk menjadi anggota Partindo. Tujuan Partindo adalah untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Meski Bung Karno belum menjadi anggota Partindo, namun ia pernah melakukan pidato dalam kongres Partindo di Jakarta pada 15-17 Mei 1932. Setelah Bung Karno menjadi anggota, jabatannya sebagai ketua cabang Partindo di Bandung dan ternyata berpengaruh besar terhadap jumlah anggota Partindo yang terus meningkat. Dan akibatnya kembali terjadi pengawasan pemerintah Belanda yang sangat ketat. Sampai berpuncak pada penangkapan Bung Karno untuk kedua kalinya dan kemudian dibuang ke Ende pada 1 Agustus 1933. Sejak saat itu, kembali pergerakan partai politik dipersempit, dan larangan pun mulai datang dari pemerintah. Akhirnya, Partindo membubarkan diri pada 18 November 1936.


0 Response to "Organisasi-Organisasi Pergerakan Nasional di Indonesia"

Post a Comment