Kisah Datu Mabrus


Datu Mabrus mempunyai tiga orang saudara. Karena ketiga saudaranya semua sudah berumah tangga, Datu Mabrur hidup sendiri di kampung. Karena merasa kesepian, Datu Mabrus memutuskan untuk pindah ke tempat lain. Datu Mabrur terus melakukan perjalanan hingga akhirnya sampai di Pulau Laut. Ia berhenti di Muara Pangatan. Di tempat itu dia mengangkat sebuah batu besar, lalu membawanya ke tengah laut. Di atas batu besar itu Datu Mabrus melakukan semedi. Semakin lama Datu Mabrus melakukan semedi di atas batu tersebut, batu itu makin membesar. Akhirnya menjadi sebuah pulau yang bernama Sabak Halimunan.


Pada suatu hari, ada sebuah kapal dari negeri India yang kandas di pulau Sabak Halimunan itu. Semua awak kapal itu merasa heran mengapa kapal bisa kandas padahal di situ tidak ada pulau. Rasa heran mereka semakin menjadi ketika di sekitar tempat kandasnya kapal mereka terdengar bunyi gamelan. Nahkoda kapal pun menyuruh anak buahnya untuk menurunkan sekoci. Setelah diperhatikan dengan seksama, di tempat itu memang ada sebuah pulau yang penghuninya kelihatan hilir-mudik. Tetapi saat awak kapal dari India mulai menyadari adanya pulau dan penghuninya yang sedang hilir-mudik, tiba-tiba keajaiban kembali terjadi, pulau itu lenyap begitu saja. Setelah pulau itu lenyap, kemudian nahkoda memerintahkan awak kapalnya melanjutkan perjalanan ke Banjarmasin dan memutuskan untuk melaporkan adanya pulau itu kepada Raja Banjar.

Setelah mendengar laporan tersebut, Raja Banjar bermaksud pergi ke tempat ditemukannya pulau itu. Ketika sampai di tempat itu, pulau tetap tidak kelihatan. Raja Banjar pun melakukan salat untuk meminta petunjuk Tuhan. Akhirnya, pulau dan penghuninya tiba-tiba kelihatan.

Raja Banjar mencoba mencari tahu informasi tentang pulau itu dan siapa pemimpinnya. Menurut keterangan dari salah seorang penghuninya, pulau ini bernama Sabak Halimunan yang dipimpin oleh seorang tumenggung. Raja Banjar oleh penghuni pulau itu diantar untuk menemui tumenggung.

Rajapun bertemu dengan Tumenggung, Tumenggung menceritakan mengenai kehidupan penduduk di pulau tersebut. Agama mereka bermacam-macam, terutama agama Hindu dan Budha. Setelah mereka berdua berbincan, pada akhirnya Tumenggung masuk Islam dan menyerahkan kepemimpinannya. Tapi, walaupun pemimpinnya telah memeluk agama Islam, para Pendeta Hindu dan Budha tetap tidak mau memeluk agama Islam.

Sebelum Tumenggung benar-benar menyerahkan Sabak Halimunan, ia mengajukan beberapa permintaan kepada Raja Banjar. Jika nanti ada rakyat yang berbuat kesalahan, maka Raja boleh menangkapnya. Akan tetapi, apabila rakyat berbuat kebaikan, maka mereka harus diberi kedudukan yang sesuai. Janganlah sekali-kali Raja menghina mereka. Kalau Raja berlaku durhaka kepada rakyat, selamanya Raja tidak sempurna hidupnya. Di sini tidak ada orang yang dapat berlaku angkuh. Sesudah melakukan perjanjian itu, Tumenggung mengundurkan diri dan raib dari masyarakat ramai.

Legenda Datu Mabrus mengisahkan tentang seorang pemimpin yang arif dan bijaksana. Datu Mabrus yang selanjutnya bergelar Tumenggung adalah seorang pemimpin di pulau Sabak Halimunan. Selama menjadi pemimpin di pulau itu, ia menunjukkan sikap yang arif bijaksana. Untuk memutuskan sesuatu, apalagi yang menyangkut kepentingan orang banyak, Tumenggung melakukan bermusyawarah terlebih dahulu. Selain itu, ketika para pendeta tidak mau masuk agama Islam, Tumenggung tidak memaksakan kehendak. Dia masih menanyakan apa alasan mereka.

Dalam Legenda Datu Mabrus juga menceritakan bahwa Tumenggung menghargai pendirian para pendeta. Karena para pendeta tidak mau memeluk agama Islam, hanya Tumenggung dan keluarganyalah yang memeluk agama Islam.

Sikap arif dan bijaksana kembali ditunjukkan Tumenggung. Setelah tahu bahwa yang datang seorang Raja, Tumenggung menyerahkan kekuasaannya karena memang itu adalah hak Raja. Walaupun begitu, sebelum Tumenggung menyerahkan kekuasaannya, ia menghendaki sikap arif dan bijaksana ditunjukkan raja kepada rakyatnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tema Legenda Datu Mabrurs yakni pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bersifat arif dan bijaksana. Amanat yang dapat diambil dari tema tersebut adalah jika menjadi pemimpin, jadilah pemimpin yang bersifat arif dan bijaksana. Pemimpin yang bersifat demikian akan selalu mendengarkan aspirasi rakyatnya dan tidak memaksakan kehendaknya, dapat mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya atau pun bagi rakyatnya.

Sumber: Kisah Rakyat Banjar


0 Response to "Kisah Datu Mabrus"

Post a Comment