Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang


Sebagai salah satu negara fasis, Jepang mempunyai militer yang sangat kuat. Situasi itu cukup meresahkan tokoh-tokoh pergerakan nasional bangsa Indonesia. Sementara itu, masyarakat Jawa sangat percaya terhadap ramalan Jayabaya yang mengatakan bahwa pada suatu saat Pulau Jawa akan dijajah oleh bangsa kulit kuning. Akan tetapi penjajahan itu hanya seumur jagung lamanya. Setelah penjajahan itu berakhir, Indonesia akan menjadi sebuah negara yang merdeka.

Jepang merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia yang termasuk kelompok negara imperialis. Dalam catatan sejarah, pada tahun 1868, Jepang mulai tumbuh dan berkembang menjadi negara modern. Hal itu terjadi tepatnya setelah Restorasi Meiji. Mulai saat itu, Jepang membuka hubungan kerja sama dengan bangsa Barat dan Amerika.


Pada tahun 1867, Pangeran Matsuhito dinobatkan sebagai kaisar Jepang dan bergelar Meiji Tenno (1867-1912). Kaisar Meiji merupakan motor penggerak pembaruan negara Jepang. Pembaruan itu berhasil dengan sangat menakjubkan. Untuk melaksanakan pembaruan-pembaruan, pemerintahan Meiji memerlukan pengetahuan teknik Barat. Para mahasiswa Jepang dikirim ke luar negeri (Eropa dan Amerika) untuk memperoleh keahlian dalam bidang teknik. Ahli-ahli Barat banyak didatangkan ke Jepang dengan gaji besar. 

Teknologi yang diserap disesuaikan dengan kondisi atau keperluan bangsa Jepang. Untuk menyamai negara-negara Barat, Jepang juga melaksanakan pembaruan di bidang militer dan ekonomi. Itulah sebabnya pemerintah dengan giat meletakkan dasar-dasar untuk pembangunan perindustrian modern. Usaha industrialisasi di Jepang berkembang pesat.

Pemerintah dimodernisasi dengan mengambil model Barat abad ke-19. Kementrian-kementerian dibentuk, misalnya: kementerian keuangan, kementerian angkatan darat, kementerian angkatan laut, dan kementerian pendidikan umum. Sistem peradilan dan hukum yang modern mengikuti model Perancis dan Jerman. Bersamaan dengan usaha-usaha yang dilakukan untuk memodernisasi bidang ekonomi, Jepang menciptakan sistem perbankan. Di samping itu, jaringan telegraf dan jalan kereta api mulai dibangun. Dalam waktu kira-kira 10 tahun setelah restorasi, proses pembaruan di Jepang telah berjalan dengan pesat. Kesuksesan inilah yang mendorong Jepang menjadi negara imperialis. 

Faktor lain yang ikut mendorong Jepang menjalankan politik imperialisme adalah:
  1. Ajaran Hokho-Ichin dalam Shintoisme yang mengajarkan tentang kesatuan keluarga umat manusia. Ini alasan idiil. Sebagai bangsa yang telah maju, Jepang mempunyai kewajiban untuk mempersatukan dan memajukan bangsa-bangsa di dunia.
  2. Tuntutan mendasar untuk memenuhi kebutuhan akan bahan mentah dan pemasaran hasil industrinya.
  3. Keinginan Jepang untuk mempersatukan Asia dalam kekuasaannya. Hal itu sekaligus juga untuk mengimbangi kekuatan dan kekuasaan imperialis Barat.
Salah satu negara di Asia yang diminati Jepang adalah Indonesia. Oleh karena itu, Jepang berusaha untuk menyerang dan menduduki Indonesia.

A. Tentara Jepang masuk Indonesia
Di dalam usahanya untuk membangun suatu imperium di Asia, Jepang telah mengobarkan perang di Pasifik. Pada tanggal 7 Desember 1941, secara mendadak Jepang menyerang Pearl Harbour. Pearl Harbour adalah pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di kepulauan Hawaii. Akibat serangan itu, Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang dan bersedia membantu pasukan sekutu di Eropa. Sementara itu, lima jam setelah penyerangan atas Pearl Harbour itu, Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (Gubernur Jenderal Belanda di Indonesia) menyatakan perang terhadap Jepang.

Dalam gerakannya ke selatan, Jepang juga menyerbu Indonesia. Pada tanggal 11 Januari 1942, tentara Jepang telah mendarat di Tarakan (Kalimantan Timur). Keesokan harinya, tanggal 12 Januari 1942, komandan Belanda di pulau itu menyerah kepada Jepang. Pada tanggal 24 Januari 1942, Balikpapan yang adalah sumber minyak kedua jatuh ke tangan tentara Jepang. Tanggal 29 Januari 1942, tentara Jepang menduduki Pontianak. Kemudian, pada tanggal 3 Februari 1942, Samarinda berhasil diduduki Jepang. Pada tanggal 5 Februari 1942, tentara Jepang melanjutkan penyerbuan ke lapangan terbang Samarinda II yang waktu itu masih dikuasai tentara Hindia Belanda (KNIL). Dengan mudah pula, Banjarmasin diduduki oleh tentara Jepang (10 Februari 1942). 

Pada tanggal 14 Februari 1942, pasukan payung Jepang mendarat di Palembang. Palembang dan sekitarnya berhasil diduduki pada tanggal 16 Februari 1942. Palembang adalah daerah sumber minyak. Dengan jatuhnya Palembang, terbukalah jalan ke Pulau Jawa.


Di dalam menghadapi serangan tentara Jepang, pernah dibentuk suatu komando gabungan oleh pihak Sekutu. Komando gabungan itu disebut American British Dutch Australian Command (ABDACOM). Markas besar komando gabungan ini ada di Lembang, dekat Bandung. Panglima komando gabungan itu adalah Jenderal Sir Archibald Wavell. Sedangkan Letnan Jenderal H. Ter Poorten diangkat sebagai panglima tentara Hindia Belanda (KNIL). Pada akhir Februari 1942, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda van Starkenborgh telah mengungsi ke Bandung disertai para pejabat tinggi pemerintah.

Pasukan Sekutu tersebut berhadapan dengan pasukan-pasukan Jepang yang mendarat di Jawa Barat dan di Jawa Tengah dekat perbatasan Jawa Timur. Pasukan Jepang yang khusus dipergunakan untuk merebut pulau Jawa dipimpin oleh Letnan
Jenderal Hitoshi Imamura. Pertempuran-pertempuran di Jawa berakhir dengan kemenangan pihak Jepang dalam waktu yang singkat.

Dalam rangka usaha menyerbu Bandung, pada tanggal 1 Maret 1942, Jepang mendaratkan pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Toshinori Shoji. Pasukan yang berjumlah 5.000 orang itu mendarat di Eretan (sebelah barat Cirebon). Selain itu, pasukan Jepang juga mendarat di Teluk Banten dan di Kragan (Jawa Tengah). 

Pada hari yang sama, pasukan Kolonel Shoji berhasil menduduki Subang. Mereka terus menyerang ke lapangan terbang Kalijati (40 km dari Bandung). Pasukan Jepang berhasil menguasai lapangan terbang Kalijati. Tanggal 3 dan 4 Maret 1942, tentara Belanda mencoba merebut Subang dan Kalijati. Akan tetapi, usaha itu gagal karena mereka dapat dipukul mundur tentara Jepang.

Setelah pendaratan itu, pada tanggal 5 Maret 1942 kota Batavia (Jakarta) diumumkan sebagai kota terbuka. Itu berarti kota Batavia tidak akan dipertahankan oleh pihak Belanda. Setelah Batavia berhasil dikuasai, pasukan Jepang bergerak ke selatan dan berhasil menduduki Bogor.

Pada tanggal 5 Maret 1942, tentara Jepang bergerak dari Kalijati untuk menyerbu Bandung dari arah utara. Mula-mula tentara Jepang menyerbu pertahanan tentara Hindia Belanda di Ciater. Tentara Hindia Belanda dapat dipukul mundur ke Lembang. Pada tanggal 7 Maret 1942, Lembang berhasil dikuasai oleh tentara Jepang.

Pada tanggal 7 Maret 1942 itu, pasukan Belanda di sekitar Bandung meminta penyerahan lokal. Kolonel Shoji menyampaikan usul penyerahan lokal dari pihak Belanda ini kepada Jenderal Imamura. Akan tetapi, Jenderal Imamura menuntut agar pasukan Sekutu di Jawa menyerah total. Jika pihak Belanda tidak mengindahkan ultimatum Jepang, maka kota Bandung akan dibom dari udara. Jenderal Imamura pun mengajukan tuntutan agar Gubernur Jenderal Belanda turut dalam perundingan di Kalijati yang diadakan selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, pemboman atas kota Bandung dari udara akan segera dilaksanakan.


Akhirnya, pihak Belanda memenuhi tuntutan Jepang. Pada tanggal 8 Maret 1942, Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (Gubernur Jenderal Belanda), Letnan Jenderal Ter Poorten (Panglima tentara Hindia Belanda), serta pejabat tinggi militer dan seorang penerjemah pergi ke Kalijati. Dari pihak Jepang hadir Letnan Jenderal Imamura. Dalam pertemuan itu, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang.

Dengan demikian, secara resmi masa penjajahan Belanda di Indonesia berakhir. Jepang berkuasa di Indonesia. Bukan kemerdekaan dan kesejahteraan yang didapat bangsa Indonesia. Situasi penjajahan tidak berubah. Hanya kini yang menjajah Indonesia adalah Jepang.

B. Jepang menduduki Indonesia
Secara umum, Asia sangat potensial bagi kepentingan perindustrian Jepang. Selain memiliki kandungan sumber daya alam yang sangat kaya, Asia juga mempunyai penduduk yang sangat banyak. Ketika Jepang mulai membangun industri di negaranya, kawasan Asia umumnya telah menjadi daerah jajahan negara-negara Eropa. Kita sudah melihat bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang diincar Jepang.

a. Tujuan pendudukan Jepang
Suatu negara menjajah bangsa atau negara lain tentu ada sebabnya. Tujuan utama pendudukan Jepang atas Indonesia adalah:
  1. Menjadikan Indonesia sebagai daerah penghasil dan penyuplai bahan mentah dan bahan bakar bagi kepentingan industri Jepang.
  2. Menjadikan Indonesia sebagai tempat pemasaran hasil industri Jepang. Indonesia dijadikan tempat pemasaran hasil industri Jepang karena jumlah penduduk Indonesia sangat banyak.
  3. Menjadikan Indonesia sebagai tempat untuk mendapatkan tenaga buruh yang banyak dengan upah yang relatif murah. Ambisi Jepang yang begitu besar untuk mendapatkan Indonesia mengharuskan Jepang menciptakan berbagai strategi untuk menarik simpati rakyat dan pemimpin Indonesia. Propaganda Jepang yang cukup menarik simpati rakyat Indonesia adalah sebagai berikut. Jepang adalah “saudara tua” bagi bangsa-bangsa di Asia dan berjanji membebaskan Asia dari penindasan bangsa Barat.  Jepang memperkenalkan semboyan “Gerakan Tiga A”: Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, dan Jepang Cahaya Asia. Jepang menjanjikan kemudahan bagi bangsa Indonesia, seperti janji menunaikan ibadah haji, menjual barang dengan harga murah.
Selain itu, pada awal kedatangannya, Jepang menunjukkan sikap yang menarik simpati bangsa Indonesia. Jepang memperkenankan pengibaran bendera merah putih bersama bendera Jepang. Rakyat Indonesia boleh menyanyikan lagu “Indonesia Raya” bersama lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo”.

b. Pemerintahan sementara
Dengan menyerahnya Belanda kepada Jepang (8 Maret 1942), berakhirlah pemerintahan Belanda di Indonesia. Dengan resmi ditegakkan pemerintahan Jepang di Indonesia. Indonesia memasuki periode baru, yaitu periode pendudukan militer Jepang. Berbeda dengan zaman Hindia Belanda dimana hanya ada satu pemerintahan sipil, pada zaman Jepang Indonesia diperintah oleh tiga pemerintahan militer. Struktur pemerintahan militer Jepang itu adalah sebagai berikut.
  1. Pemerintahan militer Angkatan Darat (Tentara Keduapuluh lima) untuk Sumatera dengan pusatnya di Bukittinggi.
  2. Pemerintahan militer Angkatan Darat (Tentara Keenambelas) untuk Jawa-Madura dengan pusatnya di Jakarta.
  3. Pemerintahan militer Angkatan Laut (Armada Selatan Kedua) untuk daerah Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku dengan pusatnya di Makasar. 
Segala kekuasaan yang dulu di tangan Gubernur Jenderal, sekarang dipegang oleh panglima tentara Jepang di Jawa. Sementara itu, pemerintah militer Jepang tetap menggunakan aparat pemerintahan sipil yang lama beserta pegawainya. Tindakan Jepang ini dimaksudkan agar pemerintahan dapat berjalan terus dan kekacauan dapat dicegah. Hanya saja, pemimpin pemerintahan dipegang tentara Jepang, baik di pusat maupun di daerah.

Semua hal yang berbau Belanda dihapuskan dan diganti suasana Jepang. “Jepangisasi” yang dilakukan pemerintah Jepang adalah sebagai berikut.
  1. Hanya bendera Jepang yang boleh dikibarkan pada hari-hari besar.  Lagu kebangsaan yang boleh diperdengarkan hanyalah lagu Kimigayo.
  2. Mulai tanggal 1 April 1942, waktu Jepanglah yang harus dipakai. Perbedaan antara waktu Jepang (waktu Tokyo) dan waktu di Jawa, pada zaman pendudukan adalah 90 menit. Waktu lama yaitu jam pada zaman Hindia Belanda yang sama dengan WIB tidak dipakai lagi.
  3. Mulai tanggal 29 April 1942 tarikh yang harus dipakai ialah tarikh Sumera (Tahun 1942 Masehi = tahun 2602 Sumera).
  4. Sejak itu, setiap tahun rakyat Indonesia diwajibkan merayakan hari raya Tencosetsu. Tencosetsu adalah hari lahirnya Kaisar Hirohito.
  5. Untuk kepentingan jual beli dan pembayaran lainnya, mata uang yang berlaku ialah uang rupiah Hindia Belanda. Pemakaian mata uang lain dilarang keras.
C. Kebijakan pemerintah militer Jepang di Indonesia
Pada awal masuknya ke Indonesia (terutama pada bulan pertama, kedua, dan ketiga tahun 1942), tampaknya tentara Jepang diterima dengan sambutan yang baik dari rakyat Indonesia. Tokoh-tokoh nasionalis Indonesia, seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lainnya yang masih dalam tahanan Belanda segera dibebaskan oleh Jepang. Tanggapan tokoh-tokoh nasionalis Indonesia terhadap tawaran kerja sama dari pihak Jepang sangat baik. Dengan berbagai cara, Jepang mengupayakan agar rakyat dan pemimpin nasional Indonesia mau mendukung kebijakan-kebijakan Jepang.


Kebijakan-kebijakan pemerintah Jepang di antaranya adalah: membentuk organisasi-organisasi sosial dan keagamaan, membentuk organisasiorganisasi semi militer dengan mengerahkan para pemuda, mengerahkan tenaga kerja, mengeksploitasi sumber kekayaan untuk kepentingan Jepang.

a. Organisasi sosial dan keagamaan
Pada zaman Jepang, semua partai politik dibubarkan. Kegiatan politik pergerakan nasional Indonesia dikendalikan oleh Jepang untuk membantu Jepang dalam perang. Jawatan propaganda giat melancarkan propaganda. Isi propaganda adalah bahwa Jepang mengobarkan perang Asia Timur Raya untuk membebaskan seluruh Asia dari penjajahan bangsa Barat. Selain itu, Jepang mempersatukan Asia dalam Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya di bawah kepemimpinan Jepang.

Salah satu upaya pemerintah Jepang agar rakyat dan pemimpin nasional Indonesia mau mendukung Jepang adalah dengan mendirikan beberapa organisasi dan perkumpulan. Organisasi dan perkumpulan yang didirikan pemerintah Jepang di antaranya adalah Gerakan Tiga A, Putera, Jawa Hokokai, MIAI dan Masyumi.

1. Gerakan Tiga A
Gerakan Tiga A didirikan pada bulan April 1942. Kantor propaganda Jepang mendirikan Gerakan ini dengan semboyannya:
  • Nippon Pemimpin Asia,
  • Nippon Pelindung Asia, dan
  • Nippon Cahaya Asia.
Gerakan ini mengadakan kursus-kursus bagi para pemuda untuk menanamkan semangat pro Jepang demi menghadapi pasukan sekutu dalam Perang Asia Timur Raya. Gerakan Tiga A dipimpin oleh Mr. Syamsuddin. Mr. Syamsudin adalah bekas anggota Parindra pada zaman Hindia Belanda. Pada tahun 1943, Gerakan Tiga A dibubarkan karena dianggap gagal dan tidak memberikan keuntungan bagi pihak Jepang.

2. Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dibentuk untuk mengganti Gerakan Tiga A. Gerakan yang didirikan pada tanggal 1 Maret 1943 ini dipimpin oleh empat serangkai, yakni Soekarno, Mohammad Hatta, K.H. Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara. Bagi Jepang, Putera dibentuk dengan tujuan untuk memusatkan seluruh kekuatan masyarakat demi membantu usaha Jepang. Tugas pemimpin Putera adalah memimpin rakyat supaya kewajib dan bertanggug jawab dalam menghapus pengaruh Barat. Rakyat Indonesia harus mengambil bagian dalam usaha mempertahankan Asia Timur Raya dan mempererat persaudaraan Indonesia dan Jepang dengan menggiatkan pelajaran bahasa Jepang.

Jepang menganggap Empat Serangkai sebagai lambang dari aliran-aliran pergerakan nasional Indonesia yang dapat menggerakkan seluruh Indonesia untuk kepentingannya. Putera mendapat sambutan dari organisasi-organisasi yang ada. Beberapa organisasi yang bergabung dengan Putera adalah Persatuan Guru Indonesia, Perkumpulan Pos Telepon dan Telegraf, Pengurus Besar Isteri Indonesia, Badan Perantaraan Pelajar-pelajar Indonesia (Baperpi). Karena kegiatan Putera lebih menguntungkan pejuang kemerdekaan dari-pada menguntungkan Jepang, maka Putera dibubarkan pada tahun 1944.

3. Jawa Hokokai
Pada tahun 1944, Panglima Tentara Jepang di Jawa menyatakan berdirinya Jawa Hokokai (Gerakan Kebaktian Jawa). Organisasi ini dibentuk karena karena semakin menghebatnya perang di Asia dan Pasifik. Oleh karena itu, segenap rakyat lahir dan
batin perlu digiatkan dan dipersatukan. Jawa Hokokai berasal dari hoko seishin (semangat kebaktian). Kebaktian itu memiliki tiga dasar, yaitu: mengorbankan diri, mempertebal persaudaraan, dan melaksanakan tugas untuk Jepang. Tiga hal inilah yang dituntut dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia berhubung dengan semakin gawatnya perang. Jawa Hokokai dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah yang langsung berada di bawah pengawasan pejabat-pejabat Jepang. Kegiatan Jawa Hokokai meliputi hal-hal berikut.
  • Melaksanakan segala sesuatu dengan nyata dan ikhlas untuk menyumbangkan segenap tenaga kepada pemerintah Jepang.
  • Memimpin rakyat untuk menyumbangkan segenap tenaga berdasarkan semangat persaudaraan antar segala bangsa.
  • Memperkokoh pembelaan tanah air. 
Jawa Hokokai merupakan organisasi pusat dengan unit kegiatan seperti bidang pengajaran (guru), organisasi budaya, dan perusahaan. Selain itu, Jawa Hokokai juga bertugas mengerahkan rakyat untuk mengumpulkan padi, permata, besi tua, dan menanam jarak untuk diserahkan kepada Jepang. Pengendalian terhadap kegiatan politik harus diketahui Jepang serta dipergunakan untuk kepentingan Jepang pula. Untuk meningkatkan kesiapsiagaan rakyat Indonesia, pada tanggal 14 September 1944 dibentuk Barisan Pelopor sebagai bagian dari Jawa Hokokai. Barisan Pelopor ini merupakan organisasi pemuda pertama yang langsung dibimbing oleh kaum nasionalis Indonesia. Pemimpin Barisan Pelopor adalah Soekarno, R.P. Suroso, Otto Iskandardinata, dr. Buntaran Martoatmojo. Barisan Pelopor juga dikerahkan untuk mendengarkan pidato dari pemimpin- pemimpin nasionalis. Mereka juga dilatih cara-cara menggerakkan massa dan memperkuat pertahanan. Melalui Barisan Pelopor, golongan pemuda terpelajar berusaha mempengaruhi rakyat. Mereka menyesuaikan diri dengan keinginan rakyat serta mengobarkan semangat nasional dan rasa persaudaraan.

4. MIAI dan Masyumi
MIAI adalah singkatan dari Majelis Islam Ala Indonesia. MIAI secara resmi didirikan pada tahun 1937 di Surabaya. Pemimpin MIAI pertama adalah K.H. Mas Mansyur dan Wondoamiseno. Organisasi ini dibiarkan berkembang oleh Jepang karena golongan Islam dinilai paling anti barat. Jepang juga ikut membantu MIAI dalam bentuk memberikan zakat dan mendirikan masjid. Bantuan Jepang ini berhasil dimanfaatkan oleh pemuka-pemuka Islam untuk kepentingan umat Islam di Indonesia. MIAI secara resmi dibubarkan Pemerintah Jepang di akhir Oktober 1943. Sebagai gantinya, dibentuklah Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) yang dipimpin oleh K.H. Hasyim Ashari dan K.H. Mas Mansyur. Masyumi yang didirikan pada bulan November 1943 ini merupakan wadah bagi seluruh kekuatan Islam.


b. Pengerahan pemuda
Pemerintah militer Jepang memberi perhatian khusus kepada para pemuda. Para pemuda dibina untuk mendukung program Jepang menggalang keluarga besar Asia. Para pemuda mendapat prioritas pendidikan, berupa pengembangan kemampuan intelektual maupun latihan-latihan keterampilan dan kedisiplinan. Mereka diharapkan mampu mempropagandakan Gerakan Tiga A Jepang. Jepang mengalami kekalahan dalam perang Laut Karang (Mei 1942) dan perang Guadalkanal (Agustus 1942). Oleh karena itu, pemerintah militer Jepang menyadari perlunya bantuan penduduk setempat dalam rangka mempertahankan kedudukannya di kawasan Asia.

Pada bulan April 1943, pemerintah militer Jepang secara intensif mulai mengorganisir barisan pemuda. Barisan pemuda ini berciri semi militer maupun militer. Tujuan Jepang adalah untuk mendidik dan melatih para pemuda agar mampu mempertahankan tanah air Indonesia dari serangan pasukan Sekutu.

1. Organisasi semi militer bentukan Jepang 
Berbagai barisan pemuda yang berbentuk semi militer, antara lain Seinendan, Fujinkai, dan Keibodan.
  • Seinendan. Seinendan adalah organisasi barisan pemuda yang dibentuk tanggal 9 Maret 1943. Tujuannya adalah mendidik dan melatih para pemuda agar dapat mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. Akan tetapi, maksud yang sebenarnya ialah untuk mempersiapkan pemuda Indonesia untuk membantu militer Jepang untuk menghadapi pasukan Sekutu. 
  • Fujinkai. Pengerahan tenaga untuk perang tidak hanya berlaku bagi kaum laki-laki saja, tetapi juga kaum wanita. Untuk keperluan tersebut, dibentuk Fujinkai (Himpunan Wanita). Gerakan ini didirikan pada bulan Agustus 1943. Organisasi Fujinkai ini menghimpun kaum wanita untuk diberi latihan-latihan militer.
  • Keibodan. Keibodan adalah organisasi barisan pembantu polisi. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota keibodan. Syarat menjadi anggota keibodan laki-laki yang berumur antara 26 - 35 tahun. Keibodan dibentuk di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Di Sumatera, Keibodan terkenal dengan nama Bogodan. Di Kalimantan, Keibodan terkenal dengan nama Borneo Konan Hokokkudan.
2. Organisasi militer bentukan Jepang
Yang termasuk ke dalam organisasi militer bentukan Jepang adalah Heiho dan Peta.
  • Heiho. Heiho adalah organisasi prajurit pembantu Jepang. Heiho dibentuk pada bulan April 1943. Organisasi ini memberi kesempatan kepada pemuda Indonesia untuk menjadi prajurit Jepang (baik angkatan darat maupun angkatan laut). Sejak mengalami kemunduran, Jepang memerlukan tambahan tenaga militer untuk mengganti pasukannya yang hancur. Mereka terpaksa mengerahkan tenaga dari kalangan rakyat yang negaranya mereka duduki.
  • PETA. PETA (Pembela Tanah Air) didirikan pada tanggal 3 Oktober 1945. Sebelumnya, pada tanggal 7 September 1943, seorang tokoh pergerakan nasional yang bernama Gatot Mangunprojo mengusulkan kepada Panglima Tertinggi Pasukan Jepang untuk membentuk pasukan bersenjata guna membela tanah air. Permohonan itu dikabulkan oleh Jenderal Kumakici Harada (Panglima Tentara Keenambelas) pada tanggal 3 Oktober 1945. Pembentukan PETA ini juga sesuai dengan tuntutan perang yang semakin mendesak.
Bersamaan dengan pembentukan organisasi PETA di Pulau Jawa, di Pulau Sumatera juga dibentuk Giyugun (Tentara Sukarela). Dengan adanya tentara sukarela ini, berarti ada orang Indonesia yang memperoleh pendidikan militer. Pada zaman pendudukan Jepang, mereka menjadi golongan penting dalam masyarakat Indonesia. Sesudah Indonesia merdeka, banyak di antara mereka yang menjadi pemimpin TNI, seperti Jenderal Sudirman, Jenderal Gatot Subroto, Jenderal Ahmad Yani, Jenderal Abdul Haris Nasution.

c. Pengerahan tenaga kerja
Jepang juga membutuhkan bantuan tenaga untuk membangun sarana pendukung perang, antara lain kubu pertahanan, jalan raya, rel kereta api, jembatan, dan lapangan udara. Oleh karena itu, Jepang membutuhkan banyak tenaga kerja. Pengerahan tenaga kerja itu disebut romusha. Pada mulanya, pelaksanaan romusha didukung rakyat. Rakyat Indonesia masih termakan propaganda Jepang untuk membangun keluarga besar Asia.

Tenaga-tenaga romusha ini kebanyakan diambil dari desa-desa, umumnya orang-orang yang tidak bersekolah atau paling tinggi tamat Sekolah Dasar. Semula program romusha bersifat sukarela dan sementara. Akan tetapi, setelah kebutuhan mendesak, pengerahan tenaga kerja berubah menjadi paksaan. Ribuan tenaga kerja romusha dikirim ke luar Jawa, bahkan ke luar negeri, seperti Burma, Malaysia, Thailand, dan Indocina. Tenaga kerja romusha ini diperlakukan dengan sangat buruk, sehingga banyak di antara mereka yang meninggal dunia. Pengerahan tenaga kerja tersebut telah membawa akibat dalam struktur sosial di Indonesia. Banyak pemuda tani yang menghilang dari desanya karena mereka takut dikirim sebagai romusha. Para romusha yang selamat kemudian kemabli ke desa mereka. Mereka ini memiliki banyak pengalaman di berbagai bidang. Mereka datang membawa gagasan-gagasan baru sehingga desanya terbuka untuk perubahan.

d. Eksploitasi sumber kekayaan
Sebelum menyerah kepada Jepang, Belanda melakukan taktik bumi hangus dengan menghancurkan objek-objek vital terutama tambang minyak bumi. Itulah sebabnya pada masa pemerintahan Jepang, hampir seluruh kehidupan ekonomi lumpuh. Keadaan ekonomi seperti ini menjadi persoalan serius bagi Jepang. Yang dilakukan pemerintah pendudukan Jepang adalah menyita perkebunan-perkebunan milik Belanda dan berbagai fasilitas vital lainnya, seperti perusahaan listrik, telekomunikasi, transportasi, dan lain-lain. Jepang juga menerapkan peraturan-peraturan yang bersifat membatasi dan memonopoli sarana-sarana produksi penting.

Selain mencukupi kebutuhan sendiri, rakyat Indonesia harus dapat menopang kebutuhan perang. Sebagian rakyat lain dipaksa untuk bekerja di perkebunan yang memberikan hasil bumi menguntungkan demi membiayai perang. Rakyat juga diwajibkan menyetor padi, jagung, dan ternak dalam jumlah besar, demi memenuhi kebutuhan logistik di medan perang. Rakyat juga dibebani pekerjaan tambahan, yaitu menanam pohon jarak untuk diambil minyaknya dan diproduksi sebagai pelumas mesin-mesin perang. Kewajiban dan paksaan yang bertubi-tubi benar-benar menyengsarakan rakyat Indonesia pada saat itu. Pengiriman tenaga romusha secara besarbesaran mengurangi tenaga kerja produktif. Akibatnya, kekurangan gizi dan kelaparan merajalela. Dapat dikatakan, rakyat ketika itu sangat menderita lahir dan batin. Sandang pangan untuk rakyat sama sekali tidak layak. Rakyat mengalami kekurangan sandang dan pangan.

D. Perlawanan rakyat selama masa pendudukan Jepang
Sikap baik Jepang untuk menarik simpati bangsa Indonesia tidak berlangsung lama. Penindasan politis dilakukan dengan mengeluarkan maklumat pada tanggal 20 Maret 1942. Maklumat itu berisi berbagai larangan dalam hal-hal yang menyangkut politik. Hal-hal yang dilarang adalah:
  • segala macam pembicaraan, pergerakan, dan anjuran atau propaganda yang menyangkut soal peraturan dan susunan negara;
  • pengibaran bendera Merah Putih; dan
  • menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Tentu saja bangsa Indonesia berusaha melawan. Perlawanan itu dilaksanakan berbagai kekuatan sosial politik. Mereka memperjuangkan tercapainya kemerdekaan. Perlawanan terhadap pendudukan Jepang dilakukan berbagai kalangan masyarakat. Bentuk-bentuk perlawanannya juga bermacam-macam.

a. Berbagai golongan masyarakat melawan Jepang
Di Indonesia pada waktu itu terdapat berbagai kekuatan sosial politik yang memperjuangkan tercapainya tujuan Indonesia merdeka. Golongan atau organisasi yang melawan kekuasaan Jepang di antaranya adalah: golongan pangreh praja dan pegawai, para santri dan ulama Islam, golongan sosialis di bawah Syahrir, golongan komunis di bawah Amir Syarifudin, golongan Pemuda Menteng, pegawai-pegawai pada dinas Angkatan Laut, golongan nasionalis nonagama di bawah Soekarno, dan perkumpulan-perkumpulan pelajar.

Golongan pangreh praja dan pegawai pada dasarnya konservatif, taat pada atasan, takut kehilangan kedudukan atau pangkat, tak berani berinisiatif, dan cenderung menjadi pengikut. Oleh Jepang, golongan ini diadu dengan golongan nasionalis nonpegawai. Namun usaha Jepang ini tidak berhasil karena ternyata kedua golongan ini bisa bekerja sama atas dasar persamaan tujuan dan persamaan latar belakang pendidikan. Persamaan tujuan yang dimaksud adalah cita-cita kemerdekaan. Kemudian, kesamaan latar belakang pendidikan menjadikan pandangan mereka dalam banyak hal sama.

Golongan para santri dan ulama Islam semula juga tertarik bekerja sama dengan Jepang. Jepang mengajak para santri dan ulama untuk menghadapi musuh bersama-sama, yaitu melawan orangorang Barat yang Kristen. Namun demikian, para santri dan ulama tahu bahwa di balik mulut manis Jepang terselip tujuan yang sebenarnya, yaitu memanfaatkan kekuatan Islam untuk kepentingan Jepang. Kemudian, Para santri dan ulama tidak lagi dekat dengan Jepang. Golongan Islam menjauhi Jepang karena hal-hal berikut ini.
  • Upacara dengan kiblat ke timur laut (Seikeirei).
  • Pendewaan Tenno Haika (kaisar Jepang).
  • Usaha Jepang untuk melarang penggunaan tulisan dan bahasa Arab dan menggantinya dengan tulisan dan bahasa Jepang.
Golongan sosialis di bawah Syahrir sejak semula memusuhi Jepang karena alasan ideologis. Golongan sosialis (kanan) adalah pendukung demokrasi parlementer model Eropa Barat. Ini berbeda dengan Jepang yang menganut paham fasisme. Golongan komunis di bawah pimpinan Amir Syarifudin (seorang sosialis kiri) sangat bertentangan dengan Jepang. Amir Syarifudin sebagai bekas tokoh organisasi Gerakan Rakyat Indonesia yang condong ke paham kiri (komunis), bergerak lebih radikal. Golongan ini membangun jaringan di kalangan pemuda. Akan tetapi, gerakan golongan komunis ini segera diketahui oleh pemerintah pendudukan Jepang. Karena kegiatannya menggerakkan perlawanan rakyat, Amir Syarifudin ditangkap pemerintah pendudukan Jepang. Kaum muda yang dikenal sebagai Pemuda Menteng. Mereka bermarkas di gedung Menteng 31. Mereka umumnya pengikut Tan Malaka yang sesudah kemerdekaan membentuk partai Murba (rakyat jelata). Tokoh-tokohnya adalah Adam Malik, Chaerul Saleh, dan Wikana. Golongan keenam adalah para pegawai dinas Angkatan Laut (Kaigun). Golongan ini dipimpin oleh A. Subarjo.

Golongan nasionalis nonagama di bawah Soekarno- Hatta memperjuangkan kemerdekaan dan kerja sama dengan Jepang bukannya tanpa syarat. Mereka mau bekerja sama dengan Jepang hanya jika perjuangan mereka tidak dirugikan. Dengan menerima jabatan di dalam instansi-instansi buatan Jepang mereka justru lebih mudah bergerak dan berhubungan dengan massa/rakyat. Dengan bekerja sama, mereka juga dapat mempersiapkan calon-calon pemimpin Indonesia baik sipil maupun militer bagi negara Indonesia merdeka yang dicitacitakan. Pada zaman Jepang, kesempatan menduduki jabatan-jabatan sipil dan militer jauh lebih besar dibandingkan waktu penjajahan Belanda.

Perkumpulan-perkumpulan pelajar dan mahasiswa menyebarkan ide-ide nasionalisme, sosialisme, semangat anti fasisme dan imperialisme. Perkumpulan pelajar-mahasiswa ini digerakkan antara lain oleh Syafrudin Prawiranegara, Mohammad Natsir dan sebagainya.

b. Bentuk-bentuk perjuangan melawan Jepang
Bagaimana kelompok pemuda itu mengadakan perlawanan terhadap Jepang? Mereka mengadakan perjuangan atau perlawanan melalui lembaga resmi pemerintahan, melalui gerakan bawah tanah, dan melalui tindakan kekerasan serta pemberontakan.

1. Perjuangan melalui kerja sama (koperasi)
Pemerintah Jepang menindak tegas setiap gerakan yang mencoba menentangnya. Penindasan dan pemerasan sumber daya alam serta manusia benar-benar dimanfaatkan oleh Jepang. Hal itu menimbulkan penderitaan rakyat baik secara lahir maupun batin. Menghadapi keadaan ini, para nasionalis mencari jalan keluar untuk mengatasinya. Karena gerakan yang non-kooperatif tidak mendapat tempat, para pejuang melakukan gerakan kooperatif yang dapat diterima oleh Jepang. Tujuan utama perjuangan mereka adalah mencapai Indonesia merdeka.

Kerja sama kooperatif dengan pemerintah Jepang hanyalah suatu siasat atau taktik belaka. Dengan cara ini, para pejuang dapat duduk dalam lembaga-lembaga pemerintah. Dengan demikian, mereka dapat memperjuangkan atau membela nasib rakyat. Di samping itu, para pejuang dapat memanfaatkan organisasi dan lembaga-lembaga yang didirikan pemerintah Jepang untuk perjuangan kaum nasionalis.

Lembaga-lembaga resmi ini, beberapa di antaranya mempunyai peranan yang positif. Lembagalembaga resmi itu menjadi jalan dan sarana untuk menyalurkan ide-ide nasional. Lembaga-lembaga resmi itu di antaranya adalah Gerakan Tiga A, Putera, Jawa Hokokai, MIAI, Peta, Heiho, Seinendan, Keibodan, Fujinkai, dan Barisan Pelopor. Sebagai contoh perjuangan mereka, kita akan melihat apa yang dilakukan empat serangkai dalam organisasi Putera dan Barisan Pelopor. Untuk menjalankan tugasnya sebagai pemimpin Putera, empat serangkai harus seringkali berpidato atau berhubungan dengan massa rakyat. Empat serangkai diberi kesempatan berpropaganda.

Dengan demikian, mereka mampu mengumpulkan massa dalam jumlah besar. Bukan propaganda yang mendukung perjuangan Jepang, melainkan kaderisasi politik nasional Indonesia yang disampaikan empat serangkai.

2. Perjuangan melalui non-koperasi
Pada zaman perjuangan kemerdekaan, tidak sedikit pemimpin pergerakan nasional yang menolak bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang. Mereka melakukan kegiatan perjuangan secara rahasia di luar kerangka pemerintahan. Gerakan mereka tidak menjurus ke perlawanan bersenjata. Akan tetapi, gerakan mereka lebih bertujuan untuk menggalang solidaritas dan memperteguh cita-cita perjuangan.

Para tokoh pemimpin pergerakan kebangsaan yang berjuang melalui gerakan non-koperasi antara lain Sutan Syahrir, Achmad Subarjo, Adam Malik, Sukarni, Wikana, Chaerul Saleh, dan Amir Syarifudin. Sutan Syarir termasuk golongan sosialis kanan yang sejak awal menentang imperialisme Jepang. Amir Syarifuddin adalah tokoh sosialis kiri yang juga memusuhi Jepang karena alasan ideologi. Sementara itu, Adam Malik, Chaerul Saleh, Wikana, dan Achmad Subarjo berasal dari Pemuda Menteng. Disebut “Pemuda Menteng” karena mereka bermarkas di Jalan Menteng No. 31, Jakarta. Mereka semua memilih bentuk perlawanan non-koperasi karena yakin bahwa kemerdekaan Indonesia hanya bisa diraih melalui bentuk perlawanan ini (G. Moedjanto, M.A., Indonesia Abad Ke-20, Jilid 1, 1998: 76-80). 

Berikut ini kegiatan gerakan bawah tanah yang dilakukan Sutan Syahrir dan kawan-kawan.
  • Melakukan kontak rahasia antarkelompok pergerakan agar semangat kebangsaan tetap bergelora.
  • Mengadakan persiapan yang perlu bagi penyambutan kemerdekaan.
  • Memantau keadaan perang di luar negeri agar dapat menentukan saat yang tepat untuk merdeka.
Pemantauan keadaan ini dilakukan dengan mendengarkan radio Sekutu. Informasi itu kemudian disebarluaskan di antara anggota pergerakan, serta melakukan diskusi. Di kemudian hari dari kelompok gerakan nonkoperasi ini lahir tokoh-tokoh yang berperan besar dalam mempercepat proses proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

c. Perjuangan melalui pemberontakan
Perjuangan muncul sebagai reaksi terhadap kesewenang-wenangan Jepang. Salah satu bentuk kesewenang-wenangan Jepang terhadap bangsa Indonesia adalah orang-orang dipaksa untuk membungkukkan badan menghormati matahari terbit (syaikirei). Hal ini sangat menyinggung perasaan umat Islam di Indonesia. Selain itu, penindasan Jepang diwujudkan dengan kerja paksa (romusha) dan berbagai kewajiban lainnya.

Perlawanan rakyat terhadap pemerintah Jepang dicetuskan dalam berbagai bentuk. Perlawanan itu terjadi di berbagai daerah, di antaranya adalah:
  • Perlawanan di Cot Plieng (Aceh) pada tanggal 10 November 1942. Pemberontakan itu dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. Tengku Abdul Jalil ditangkap dan ditembak mati.
  • Perlawanan di Sukamanah (Jawa Barat) pada tanggal 25 Februari 1944. Pemberontakan di Sukamanah dipimpin oleh K.H. Zainal Mustafa.
  • Perlawanan di Kaplangan (Jawa Barat) yang terjadi antara bulan April sampai Agustus 1944.
  • Perlawanan di Lohbener dan Sindang (Jawa Barat) terjadi pada bulan Mei 1944. Para petani menolak pungutan padi yang terlalu tinggi. Perlawanan dipimpin oleh H. Madrian.
  • Perlawanan di Pontianak (Kalimantan Barat). Perlawanan terjadi pada tanggal 16 Oktober 1943. Para pemimpin bertekad untuk melawan Jepang, tetapi usaha mereka gagal. Pemberontakan itu gagal karena ketahuan pemerintah militer Jepang sebelum melakukan perlawanan.
  • Pemberontakan Peta. Salah satu pemberontakan yang terbesar pada masa pendudukan Jepang adalah pemberontakan Peta di Blitar. Pemberontakan itu dipimpin oleh Supriyadi. Pemberontakan Peta terjadi pada tanggal 14 Februari 1945.
Semua pemberontakan ini dengan mudah dapat dipadamkan karena para pejuang tidak mempunyai kekuatan senjata yang memadai. Sedangkan pemberontakan Peta dapat dipadamkan karena pasukan Peta di Blitar tidak berhasil menggerakkan Peta di daerah lain.

E. Janji kemerdekaan Indonesia
Kedudukan Jepang dalam Perang Pasifik sudah sangat terdesak karena pada tahun 1944 Pulau Saipan yang sangat strategis jatuh ke tangan pasukan Amerika Serikat. Saipan adalah pulau kedua terbesar setelah Guam di Kepulauan Mariana, bagian barat Samudera Pasifik. Pulau Saipan luasnya 122 kilometer persegi.

Setelah direbut Amerika Serikat, Pulau Saipan dijadikan sebagai pangkalan udara militer yang memegang peranan penting selama akhir Perang Dunia II. Selain itu, Jepang bisa dipukul mundur dari Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Kepulauan

Marshal oleh tentara Sekutu. Jatuhnya Pulau Saipan ke tangan pasukan Amerika Serikat membuat garis pertahanan Jepang di Pasifik semakin terancam. Hal ini terbukti dengan serangan bertubi- tubi terhadap kedudukan Jepang di Ambon, Makassar, Manado, dan Surabaya. Bahkan, pasukan sekutu telah menguasai Balikpapan sehingga Jepang kehilangan salah satu sumber minyak yang berguna untuk mesin perangnya.

Kondisi Jepang semakin memburuk. Moral prajurit merosot, ekonomi dalam negeri melesu. Keadaan yang tidak menguntungkan ini memaksa Jenderal Hideki Tojo meletakkan jabatannya sebagai perdana menteri. Pengunduran dirinya itu terjadi pada tanggal 17 Juli 1944. kedudukannya diganti oleh Jenderal Kuniaki Koiso.

Pejabat baru ini bermaksud memulihkan kewibawaan Jepang di mata sesama orang Asia. Ia mempunyai harapan bahwa situasi perang kembali dapat dikendalikan. Pada tanggal 9 September 1944, Perdana Menteri Koiso memberikan janji kemerdekaan kepada rakyat Indonesia. Janji Perdana Menteri Koiso itu disampaikan di dalam sidang istimewa Teikoku Gikai (parlemen Jepang). Untuk menarik simpati rakyat Indonesia, maka pada setiap kantor diperkenankan mengibarkan bendera merah putih, tetapi harus berdampingan dengan bendera Jepang. Dengan janji Koiso ini, Jepang mengharapkan agar tentara Sekutu tidak disambut penduduk sebagai pembebas rakyat, melainkan sebagai penyerbu negara mereka yang akan merdeka.

F. Dampak pendudukan Jepang di berbagai bidang kehidupan
Selama pendudukan Jepang, masyarakat Indonesia mengalami dampak/pengaruh baik secara positif maupun negatif dalam berbagai aspek kehidupan, antara lain sebagai berikut.
a. Aspek kehidupan pendidikan
Dalam bidang pendidikan, Jepang sengaja menghilangkan diskriminasi. Pendidikan tingkat dasar dijadikan satu macam, yaitu Sekolah Dasar Enam Tahun. Ini dilakukan untuk penyeragaman dan memudahkan pengawasan isi dan penyelenggaraan sekolah-sekolah. Pada tanggal 29 April 1942, pemerintah pendudukan Jepang mengeluarkan maklumat yang berisi antara lain:
  • Pembukaan kembali sekolah-sekolah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa pengantar di sekolah.
  • Bahasa Jepang digunakan sebagai bahasa wajib.
  • Larangan terhadap penggunaan bahasa Belanda dan Inggris baik di dalam maupun di luar sekolah.
  • Para pelajar diharuskan menghormati adat istiadat Jepang seperti berikut ini.
  • Bersemangat ala Jepang (Nippon Seishin).
  • Dapat menyajikan lagu kebangsaan Kimigayo.
  • Mengadakan penghormatan kiblat ke arah timur untuk menyembah kaisar atau Tenno (Seikeirei).
  • Melakukan gerak badan (Taigo) dan latihan kemiliteran.
  • Penutupan perguruan tinggi, walaupun pada tahun 1943 masih ada yang buka seperti Perguruan Tinggi Kedokteran Jakarta, Perguruan Tinggi Teknik Bandung, Akademi Pamong Praja Jakarta, Pendidikan Tinggi Hewan Bogor.
  • Sisi positif yang dirasakan antara lain, digunakannya bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah yang kemudian melahirkan kader-kader generasi intelektual yang berjiwa nasionalis. Jepang juga telah menyelenggarakan kursus-kursus yang bertujuan menanamkan semangat pro Jepang antara lain Barisan Pemuda Asia Raya di Jakarta tahun 1942, San A Seinen Kunrensyoi yang diadakan oleh Gerakan Tiga A, bulan Juni 1942.
b. Aspek kehidupan budaya
  • Pada masa pendudukan Jepang, seluruh media komunikasi dikendalikan oleh pemerintah militer sehingga sebagian besar tulisan sastra diperuntukkan bagi kepentingan penguasa. Kendati mengundang unsur-unsur semangat patriotisme dan semangat kerja keras, tetapi semuanya diperuntukkan bagi pemujaan terhadap Dai Nippon.
  • Didirikan pusat kebudayaan yang bernama Keimin Bunka Shidosho di Jakarta pada tanggal 1 April 1943. Melalui pusat kebudayaan ini, pemerintah Jepang hendak menanamkan dan menyebarluaskan seni budaya Jepang.
  • Digunakannya nama-nama berbau Barat yang diindonesiakan, seperti Java menjadi Jawa, Batavia menjadi Betawi, Meester Cornelis menjadi Jatinegara, Buitenzorg menjadi Bogor, Preanger menjadi Priangan.
c. Aspek kehidupan kemasyarakatan
Selain membutuhkan bantuan berupa prajurit, pemerintah Jepang juga memerlukan bantuan tenaga untuk membuat sarana pendukung perang, seperti kubu pertahanan, jalan raya, rel kereta api, jembatan, lapangan udara. Oleh sebab itu, Jepang melakukan pengerahan tenaga kerja yang disebut sebagai romusha. Pada awalnya program ini didukung rakyat akibat termakan aksi propaganda Jepang untuk membangun keluarga besar Asia dan bersifat sukarela. Akan tetapi, romusha berubah menjadi pengerahan tenaga kerja secara paksa. 

Tenaga romusha kebanyakan diambil dari penduduk desa-desa yang tidak tamat sekolah atau paling tamat sekolah dasar. Mereka dikirim juga ke luar Jawa bahkan ada yang dikirim ke luar negeri seperti di Burma/Myanmar,Malaysia, Thailand, Indochina. Kehidupan kesehatan para romusha tidak terjamin, makanan tidak mencukupi sementara pekerjaan sangat berat. Akibatnya banyak tenaga romusha yang mati di tempat pekerjaan karena sakit, kecelakaan, kurang gizi. Jepang berupaya untuk menutupi rahasia kekejamannya dan menghilangkan rasa takut penduduk Indonesia. Sejak tahun 1943, Jepang melancarkan kampanye yang menjuluki para romusha sebagai “prajurit ekonomi” atau “pahlawan pekerja”. Mereka digambarkan sebagai prajurit yang menunaikan tugas sucinya untuk angkatan perang Jepang dan sumbangan mereka terhadap usaha Jepang itu mendapat pujian sangat tinggi dan mulia.

d. Aspek kehidupan ekonomi
Pengerahan bahan makanan yang dilakukan Jepang melebihi kemampuan produksi para petani. Kebijakan itu berdampak pada tingkat kualitas hidup masyarakat, seperti kekurangan makanan, kurang gizi, gairah kerja merosot, angka kematian meningkat, kelaparan terjadi di mana-mana, berbagai penyakit timbul seperti pes, beri-beri, sakit kulit, kutu kepala, dan sebagainya. Masalah pokok seperti sandang juga mengalami kesulitan akibat larangan impor dari Belanda. Pemecahannya dalah dilakukan penanaman kapas di Jawa, Sumatera, Bali, Lombok, dan Sulawesi Selatan. Rakyat kemudian dilatih memintal kapas. Sebagian besar rakyat di desa-desa, terpaksa memakai pakaian dari karung goni atau “bagor” atau lembaran karet/rami. Makanan sangat sulit didapat. Terpaksa rakyat makan umbi-umbian, bekicot, pohon pisang, pohon pepaya, dan sebagainya. Belum lagi Jepang melakukan berbagai perampasan kekayaan seperti emas, intan.

0 Response to "Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang"

Post a Comment