Dongeng Kancil dan Kera


Entah bagaimana mulanya, sudah beberapa hari ini Kancil selalu saja teringat  pada pohon pisang yang pernah ditanamnya bersama Kera. Akhirnya, sesudah  mencari ke sana kemari selama beberapa hari, Kancil dan Kera menemukan pohon  pisang yang mereka cari. Pohon itu ternyata sedang berbuah lebat. Sayangnya,  tidak semua pohon yang mereka tanam berbuah denga baik. Pohon yang ditanam  kera tidak menghasilkan buah satupun. Bahkan pohon itu kelihatan seperti akan  mati. Daunnya kering, dan batangnyapun seperti akan roboh.


Sudahlah,”kata Kancil menenangkan kera.” Begini saja, aku ada usul, bagaimana  kalau hasilnya kita bagi dua saja? Kau dan aku mendapat bagian yang sama. Lagi  pula tanpa bantuanmu, bagaimana aku bisa memetik pisang itu. Kau kan tahu aku  tidak bisa memanjat.

Mendengar itu, senang sekali Kera. Tanpa berkata ini dan itu lagi, Kera langsung  memanjat. “ Sebaiknya kau hitung dulu dengan cermat. Biar kita bisa membagi  dengan adil, berapa bagianmu dan berapa bagianku, ”kata Kancil setelah Kera  sampai di atas. Kerapun menghitung.

Satu, dua, tiga, empat............ semuanya tiga puluh. Kalau begitu kau lima belas,  aku juga lima belas. Tapi sebentar..... coba kuhitung lagi sekali. Kelihatannya ada  beberapa buah yang terlalu masak, dan rusak ujung-ujungnya. Dari pada dibuang,  biarlah bagian-bagian yang masih bisa dimakan ini untukku saja.” Sambil berkata  begitu, Kera langsung mengupas beberapa buah pisang yang katanya terlalu masak  dan rusak itu lalu memakannya. 

Ternyata, banyak sekali pisang yang kata Kera terlalu masak. Itu berarti semakin  sedikit jumlah pisang yang bisa dibagi dua dengan kancil. Lama-lama tahulah  Kancil bahwa apa yang dikatakan Kera itu tidak benar. Dari kulit pisang yang terus dibuangnya ke bawah, ternyata tidak semuanya rusak. Kancil memungut beberapa  kulit pisang itu dan berkata:

Hai, Kera, kulit pisang ini kelihatannya baik-baik saja. Semua bagus-bagus,  tidak terlalu masak atau rusak seperti yang kau katakan.” Di luar dugaan Kancil,  tiba-tiba Kera tertawa keras sekali, dengan nada yang sangat mengejek pula. Kancil, Kancil, ternyata kau tidak secerdik yang ku kira. Buktinya sekarang ini.  

Sudahlah, diam saja kau di situ, tunggu aku menghabiskan pisang ini. Setelah habis  nanti tolong bersihkan sampah yang berserakan itu. Anggap saja aku ini tuanmu.  Ha  Ha   Ha.”

Malu dan marah sekali Kancil ditipu dan diperlakukan seperti itu. Ingin rasanya  ia melempar Kera penghianat itu dengan apa saja, asal terbalas sakit hatinya.  Tak kusangka hatimu sebusuk itu, Kera. “Ternyata hatimu lebih busuk dari hati  buaya yang licik dan rakus itu. Kau tidak pantas makan pisang. Kau lebih pantas  makan bangkai. Ya bangkai, biar tambah busuk hatimu,”kata Kancil dengan geram.  

Mendengar itu malah Kera tertawa lebih keras. Kancil terus mengumpat dengan bermacam-macam umpatan yang tidak enak di dengar.Karena terus menerus diumpat kera menjadi marah. Iapun membalas umpatan itu dengan kulit pisang. Kulit-kulit pisang itu tidak saja dibuang ke bawah, tetapi  dilemparkan ke arah Kancil. Terus, terus dan terus. Lama kelamaan, karena tidak  sabar lagi mengupas pisang, memakan isinya, dan melemparkan kulitnya kepada 

Kancil, Kera mulai melempar Kancil dengan pisang yang masih utuh. Di bawah, Kancil menangkap pisang-pisang itu, mengupas dan memakannya  sambil terus mengejek. Semakin banyak ejekan yang diteriakkan Kancil, semakin  banyak pisang yang diterimanya. Ketika pisang di pohon itu hampir habis, Kancilpun  lari. Perutnya sudah buncit karena kekenyangan.Setelah Kancil lari, sadarlah Kera. Ejekan-ejekan itu rupanya akal cerdik Kancil  untuk mendapatkan pisang. “Kurang ajar dia, pisang yang diperolehnya lebih banyak dari pada yang aku makan.”

0 Response to "Dongeng Kancil dan Kera"

Post a Comment