Pasang Surut Peradaban Islam


Rasulullah pernah menenggarai bahwa Umat Islam setidaknya akan melalui lima periode dalam perjalannya hingga hari kiamat. Yaitu periode kenabian, periode kekhalifahan yang tegak di atas nilai-nilai kenabian, periode Mulkan ‘adhan atau penguasa yang menggigit, periode Mulkan Jabbariyan atau penguasa yang menindas, dan terakhir sebelum datangnya kiamat umat ini sekali lagi akan berjaya dengan kembali ke periode kekhalifahan yang tegak di atas nilai-nilai kenabian.

Pasang surut peradaban Islam dan pergiliran kepemimpinan dunia tergambar jelas dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Baihaqi. Rasulullah ingin menggambarkan kepada para sahabat dan umat Islam tentang perjalanan umat ini. Hadits di atas juga ingin menekankan ketetapan Allah (sunnatullah) yang akan berlaku pada semua umat manusia, tak terkecuali umat Islam.


Dalam nubuwwah itu juga tersirat optimisme yang cukup besar bagi kita, bahwa Allah akan mengembalikan kejayaan umat islam sebelum hari kiamat tiba. Dan masa itu ada di hadapan kita sekarang, ia mewujud dalam fenomena kebangkitan Islam yang marak di seluruh dunia.

Dalam realitas sejarah, nubuwwat Rasulullah terbukti di lapangan kehidupan kita. Empat periode telah dilalui oleh umat ini sejak Islam diturunkan. Dan kini, dapat dikatakan dunia sedang berada pada periode Mulkan Jabbariyan. Suatu periode di mana secara de jure hokum islam tidak lagi tegak di muka bumi, apalagi secara de facto. Inilah periode perjalanan di mana Khalifah islamiyah tidak lagi tegak. (Abu Ridho, Risalah Pergerakan1).

Secara lebih detail, Badri Yatim MA dalam sejarah peradaban Islam membagi perjalanan yang telah dilalui umat Islam dalam tiga periode. Pertama periode klasik (650-1250 M), kedua periode pertengahan (1250-1800) M, dan ketiga, periode modern (1800 M – sekarang).

Pembagian ini didasarkan pada masa kemajuan Islam dan pencapaian puncak peradaban dunia. Periode klasik disebut sebagai masa kemajuan Islam pertama yang direpresentasikan oleh kesatuan khilafah islamiyah yang mencapai puncaknya pada awal-awal khilafah Bani Abbasiyah. Periode pertengahan disebut sebagai masa kemajuan Islam kedua yang direpresentasikan oleh tiga kerajaan besar Islam: Utsmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia.

Periode Modern adalah periode di mana umat Islam seperti yang dijanjikan Rasulullah, akan kembali kepada Khilafah ‘alaa Manhaj An-Nubuwah yang sampai saat ini masih dalam proses embriotiknya.


Masa Kemajuan islam (632-1000 M)
Masa kemajuan islam didefinisikan sebagai puncak kejayaan Umat Islam yang tak ada tandingannya dalam sejarah umat manusia, yang berlangsung sejak Rasulullah wafat (632 M) sampai masa kekuasaan Bani Abbasiyah periode pertama (1000 M). Secara berurutan kekhalifahan sebagai representasi kepemimpinan dunia dipimpin oleh Khilafah Rasyidah, Khilafah Bani Umayyah, dan Khilafah Bani Abbas.

Pada masa ini kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan. Ekspansi luar biasa dilakukan untuk memperluas kekuasaan Islam sampai ke Eropa dan Afrika dan hamper seluruh anak benua Asia.

Kemajuan kebudayaan dan pengetahuan juga dihasilkan secara spektakuler. Pada masa inilah keilmuan Islam mengalami perkembangan pesat yang masih menjadi rujukan keilmuan Islam sampai sekarang. Imam mahdzab yang empat dilahirkan pada masa kemajuan Islam ini. Pada masa ini pula berkembang keilmuan alam (sains maupun sosial). Ribuan ilmuan dengan berbagai disiplin ilmu dihasilkan pada masa ini.

Baghdad, Kairo (Mesir), Isfahan (Persia), Andalus (Spanyol), Samarkhand dan Bukhara (Tansoxania) adalah pusat-pusat peradaban Islam kala itu. Kotanya dibangun dengan megah, mengandalkan seni arsitektur bercita rasa tinggi. Gedung-gedung megah menghiasai kota, jalan-jalan asri dan teratur menambah apik potret peradaban islam, gedung perpustakaan yang mewah adalah kebanggaan masing-masing kota menandakan supremasi ilmu pengetahuan.

Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama. Namun sayang, setelah periode ini berakhir, Islam mengalami masa kemunduran.

Masa Disintegrasi (1000-1250 M)
Kemajuan besar yang telah dicapai oleh generasi sebelumnya mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Kehidupan mewah khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan anak-anak pejabat. Kecenderungan bermewah-mewahan ditambah dengan kelemahan Khalifah dan factor lainnya menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Wibawa khalifah merosot tajam. Dari dua belas khalifah pada periode kedua Bani Abbas, hanya empat orang yang wafat dengan wajar. Selebihnya kalau bukan dibunuh, mereka dituurnkan dari tahta dengan paksa.

Ketika tentara khalifah melemah, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari pusat kekuasaan, mendirikan dinasti-dinasti kecil. Dinasti yang lahir dan elepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa Kekhalifahan Abbasiyah seluruhnya berjumlah 26 dinasti.

Selain itu factor lain yang melemahkan peran politik khalifah adalah perebutan kekuasaan di pusta pemerintahan. Setelah generasi pertama dari Bani Buwaih (penguasa pada periode ketiga Dinasti Abbasiyah), kekuasaan menjadi ajang pertikaian antara anak-anak khalifah. Masing-masing merasa berhak atas kekuasaan pusat. Faktor internal lain adalah pertentangan dalam tubuh militer antara golongan yang berasal dari Dailam dengan keturunan Turki.

Pada masa ini pula berlangsung Perang Salib selama tiga periode (1095-1247 M) yang menguras banyak sekali tenaga dan biaya. Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya, namun kerugian fisik yang diderita mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah.

Baghdad sendiri kemuan dihancurkan oleh tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan tahun 1258 M. Semua bangunan kota termasuk istana emas dihancurkan. Pasukan Mongol itu juga meruntuhkan perpustakaan yang merupakan gudang ilmu dan membakar buku-buku yang terdapat di dalamnya.


Masa Kemunduran (1250-1500 M)
Jatuhnya kota Baghdad ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri Khilafah Abbasiyah, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumi-hanguskan oleh pasukan Mongol tersebut.

Baghdad dan daerah-daerah yang ditaklukan Hulagu selanjutnya diperintah oleh dinasti Ilkhan. Ilkhan adalah gelar yang diberikan kepada Hulagu. Umat Islam dengan demikian, dipimpin oleh Hulagu Khan, seorang raja yang beragama syamanism (penyembang bintang-bintang dan sujud kepada matahari yang sedang terbit).

Raja Dinasti Ilkhan keempat sangat kejam terhadap umat Islam, banyak di antara mereka yang dibunuh dan diusir. Dalam perkembangannya, beberapa raja dinasti Ilkhan memeluk agama Islam dan memperhatikan kepentingan umat Islam.

Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan Mongol, malapetaka yang besar kembali menimpa. Serangan terhadap umat Islam kembali berlangsung. Penyerang kali ini sudah masuk Islam tetapi sisa-sisa kebiadan dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan dahsyat ini dipimpin oleh Timur Lenk (Timur si Pincang) yang berusaha menaklukkan negeri-negeri Islam yang pernah dikuasai Jengis Khan. Ia berkata “Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di bumi seharusnya hanya ada seorang raja.”

Di setiap negeri yang ditaklukkannya ia membantai penduduk yang melakukan perlawanan. Di Sabzawar, Afghanistan, bahkan ia membangun menara, disusun dari 2000 mayat manusia yang dibalut dengan batu dan tanah liat. Di Isfahan, Iran, ia membantai kurang lebih 70.000 penduduk. Kepala-kepala dari mayat itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Di Takrit, kota kelahiran Salahuddin Al-Ayyubi, ia membangun sebuah piramida dari tengkorak kepala korban-korbannya. Ketika Baghdad berhasil ditaklukkan, ia melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduknya dan seperti biasa, ia mendirikan 120 piramida dari kepala mayat-mayat sebagai tanda kemenangan.

Sekalipun ia terkenal sebagai penguasa yang sangat ganas dan kejam terhadap para penentangnya, sebagai seorang muslim, Timur Lenk tetap memperhatikan pengembangan Islam. Dalam perjalanan-perjalanannya ia selalu membawa serta ulama-ulama, sastrawan dan seniman ulama. Ulama dan ilmuwan dihormatinya. Ketika berusaha menaklukkan Syria bagian utara, ia menerima dengan hormat sejarawan terkenal, Ibnu Khaldun yang diutus Sultan Faraj untuk membicarakan perdamaian. Kota Samarkhand diperkayanya dengan bangunan-bangunan dan masjid yang indah. Dimasanya kota Samarkand menjadi pasar internasional mengambil alih kedudukan Baghdad dan Tarbiz. Ia datangkan tukang-tukang yang ahli, seniman-seniman ulung, pekerja-pekerja pandai dan perancang-perancang bangunan dari negeri-negeri yang ditaklukkannya. Ia berusaha mengatur administrasi pemerintahan dan angkatan bersenjata dengan cara-cara rasional dan berjuang menyebarkan Islam.

Bangsa Mongol baik itu Hulagu Khan maupun Timur Lenk berhasil menguasai hampir seluruh dunia Islam. Kehancuran yang dihasilkan lebih banyak ketimbang kemajuan yang dibuatnya. Satu-satunya negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat serangan bangsa Mongol ini adalah Mesir yang ketika itu dipimpin oleh dinasti Mamalik (jamak dari mamluk, yang berarti budak). Pertemuan antara tentara Timur Lenk dengan tentara Mamalik berlangsung pada tanggal 13 September 1260 M di Ayn Jalut. Tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz dan Baybars berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya.

Dinasti Mamalik membawa warna baru dalam sejarah peradaban Islam. Dalam bidang pemerintahan, kemenangan dinasti Mamalik atas tentara Mongol menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah di sekitarnya. Banyak penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Disamping itu, untuk memperoleh simpati dari kerajaan-kerajaan Islam lainnya, Baybars (salah satu raja dari dinasti Mamalik) membai’at keturunan Bani Abbas yang berhasil meloloskan diri dari serangan bangsa Mongol, Al-Muntanshir sebagai khalifah. Dengan demikian, khilafah Abbasiyah, setelah dihancurkan tentara Hulagu di Baghdad, berhasil dipertahankan oleh dinasti ini dengan Kairo sebagai pusatnya.

Masa Tiga Kerajaan Besar (1500-1800 M)
Setelah khilafah Bani Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik umat Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi.

Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar: Usmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani, disamping yang pertama kali berdiri, juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya.

Kerajaan Usmani didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Mereka masuk islam sekitar abad keislaman atau kesepuluh. Kerajaan Usmani dimulai pada tahun 1290 M di bawah kepemimpinan raja Usmani.

Kerajaan Usmani mencapai puncak kejayaannya pada masa Muhammad II atau biasa disebut Muhammad Al-Fatih, pada masanya, Sultan Al-Fatih dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel tahun 1453 M. Luas kerajaan Turki Usmani pada saat itu meliputi Asia kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis dan Aljazair di Afrika; Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania di Eropa.

Para penguasa Usmani menggunakan gelar “khalifah” sejak Sultan Murad menaklukkan Asia Kecil dan Eropa. Dan ketika kerajaan Usmani menaklukkan dinasti Mamalik (Mesir), tempat bertahtanya para khalifah Abbasiyah, kerajaan Usmani meminta gelar khilafah itu.

Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang bernama Syafawiah yang bermadzhab Syi’ah. Kerajaan ini dapat dianggap sebagai peletak pertama dasar terbentuknya Negara Iran dewasa ini.

Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering bentrok dengan Turki Usmani. Peperangan dengan Turki Usmani, selain didasari oleh motif perluasan wilayah, juga dikarenakan perbedaan madzhab yang sangat kental. Kerajaan Turki Usmani sangat membenci golongan Syi’ah.

Peperangan dengan Turki Usmani terjadi pada tahun 1514 M dengan kemenangan diperoleh Turki Usmani. Kerajaan Safawi terselamatkan dengan pulangnya Sultan Usmani ke Turki karena terjadi perpecahan di kalangan militer Turki di negerinya.

Rasa bermusuhan dengan kerajaan Usmani berlangsung lama. Peperangan demi peperangan berlangsung antara dua kerajaan, sampai diadakan perjanjian damai yang dipelopori oleh kerajaan Safawi. Untuk mewujudkan perjanjian ini, kerajaan Safawi harus menyerahkan beberapa wilayahnya. Disamping itu, raja Safawi berjanji tidak akan menghina tiga khilafah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) dalam khutbah-khutbah Jum’at. Sebagai jaminan atas syarat-syarat itu, raja Syafawi menyerahkan saudara sepupunya sebagai sandera di Istambul.

Kerajaan Mughal berdiri di daerah India, seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan Safawi. Jadi di antara tiga kerajaan besar Islam tersebut, kerajaan inilah yang termuda.

Kerajaan ini menaklukkan banyak kerajaan kecil di daerah India dan menjadikan Delhi sebagai ibu kotanya. Salah satu peninggalan yang berharga dari kerajaan ini adalah Masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra, Masjid Raya Delhi dan Istana Indah di Lahore, Istana Fatpur Sikri di Sikri, villa dan masjid-masjid indah. Peninggalan tesebut masih dapat dinikmati hingga sekarang.

Sumber: Islammedia



0 Response to "Pasang Surut Peradaban Islam"

Post a Comment