Kisah Sahabat Nabi: "Khubaib bin Adi"


Inilah satu dari sekian kisah sejarah. Sebuah maha kisah tentang pengorbanan yang tiada taranya. Sebuah kisah pelajaran dari seorang yang pernah disalib, Khubaib bin Adi. Seorang sahabat Anshar, berjiwa bersih, berhati mulia dan bersifat terbuka.

Hasan bin Tsabit yang mahir bersyair menggambarkan Khubaib bin Adi sebagai berikut:
“Seorang pahlawan yang kedudukannya sebagai teras orang-orang Anshar. Seorang yang lapang dada namun tegas dan keras tak dapat ditawar-tawar.”



Khubaib bin Adi adalah salah seorang pahlawan gagah berani pada perang Badar. Seorang prajurit berani mati yang menghalau musuh di depannya. Salah seorang musyrik yang menghalangi jalan Khubaib adalah seorang kafir Quraisy bernama al Harits bin Amr bin Naufal. Peristiwa ini membuat Bani Harits keluarganya menandakan Khubaib bin Adi sebagai orang yang telah menewaskan ayah mereka.

Bagian dari Penyelidik Nabi SAW
Rasulullah SAW saat ingin mengetahui gerak-gerik kaum Quraisy saat akan menghadapi perang Badar setelah membuat sebuah pasukan kecil terdiri dari sepuluh orang. Pasukan kecil ini dipimpin Ashim bin Tsabit dan Khubaib termasuk di dalamnya. Mereka ditugaskan untuk menyelidiki gerak-gerik kaum Quraisy.

Mereka berangkat sampai di suatu tempat antara Oefan dan Mekah. Namun, gerakan mereka tercium oleh orang di kampung Hudzail didiami suku Bani Haiyan. Sekitar seratus orang dari mereka termasuk yang mahir memanah membuntuti pasukan kecil muslim itu. Kaum Bani Haiyan berhasil mengikuti pasukan penyelidik muslim karena mereka tanpa sengaja mencecerkan korma perbekalan.

Mereka berlari ke arah bukit  kemudian terkepung. Pemimpin pasukan kecil ini, Tsabit bin Anshari, bukanlah seorang yang ingin menyerah walaupun telah dikepung dan tak bisa melawan. Ia tak mau bernegosiasi meminta dilindungi orang musyrik. “Aku demi Allah tak akan turun menyerah kepada mereka, mengemis meminta perlindungan orang musyrik! Ya Allah, sampaikanlah keadaan kami ini kepada NabiMu.”

Bertempurlah pasukan kecil  ini sehingga delapan orang gugur. Tinggallah Khubaib bin Adi dan Zaid bin Ditsinnah yang kemudian ditangkap dan diikat. Mereka dibawa ke Mekah. Mendengar nama Khubaib, keluarga Bani Harits yang telah lama menaruh dendam bersorak. Mereka membeli Khubaib. Sementara Zaid disiksa dengan kejam di Mekah oleh suku Quraisy. Ia ditusuk dari dubur sehingga tembus sampai kepalanya.

Anggur dari Allah SWT
Sementara Khubaib telah berpasrah seluruh jiwa raganya hanya kepada Allah Rabbil Alamin. Ia dikurung di bawah penjara keluarga Harits bin Amr.  Tak ada yang daya dan kekuatan yang menemaninya kecuali datang dari sang Penguasa Langit dan Bumi Allah SWT. Sampai suatu kali putri Harits melihat tahanan suku Anshar itu.

Putri keluarga Harits menyaksikan kejanggalan yang dilihatnya pada Khubaib bin Adi. Ia terkaget-kaget sehingga berlari keluar sambil berteriak. Sewaktu orang menanyakannya, putri Harits berkata, “Saya melihat Khubaib menggenggam setangkai besar anggur sambil memakannya….sedangkan ia terikat pada besi. Padahal di Mekah tidak ada sebiji anggur pun. Saya kira itu adalah rezki Allah kepada Khubaib.”

Apa yang dialami Khubaib sebagaimana kisah Maryam dalam Al Quran:
Setiap kali Zakaria masuk ke dalam mihrabnyadan ditemukannya rizki di dekat Maryam … Katanya: “Dari mana datangnya makanan ini hai Maryam?” Jawabnya: “Ia datang dari Allahsesungguhnya Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendakiNya dengan tidak terhingga.” QS Ali Imran 3:37

Sholat Dua Rakaat
Inilah maha kisah penantian akan saat perjumpaan dengan sang Khaliq yang harus dilalui dengan pengorbanan dan kesakitan.  Kisah Khubaib yang terpenjara dan tersiksa. Mereka kaum musyrik yang mengurungnya menceritakan perihal sahabatnya Zaid yang disiksa sampai mati ditusuk. Mereka menakut-nakuti akan siksa yang lebih besar dari itu. Mereka membujuk Khubaib untuk menghianati Nabi Muhammad SAW dengan janji-janji kebebasan.

Namun, Khubaib adalah ibarat sinar matahari. Terang benderang imannya tak goyah akan bujuk rayuan. Ia telah menancapkan kecintaan kepada Allah SWT dan Rasulnya melebihi apapun kecintaan yang ditawarkan manusia.

Maka habislah sudah bujuk rayu kaum musyrikin. Mereka menyeret Khubaib ke sebuah tempat bernama Tan’im untuk menyalibnya. Namun, sebelum dibunuh, Khubaib meminta agar bisa sholat dua rakaat.

Tenang dan pasrah kepada Sang Maha Hidup dalam sholat itu. Ia telah rela menyerahkan segala hidupnya hanya kepada Sang Pemberi Kehidupan.  Seolah-olah tak pernah lagi ia ingin berhenti dari sholatnya itu. Namun, pada suatu detik, ia harus mengakhiri sholatnya juga, semua karena ia tak ingin dibilang seorang pengecut yang takut menghadapi kematian. 

Khubaib melihat kepada sang algojo yang hendak menghabisinya dan berkata, “Demi Allah, kalau bukanlah nanti ada sangkaan kalian bahwa aku takut mati, niscaya akan kulanjutkan lagi sholatku!”

Khubaib mengangkat kedua tangannya berdoa memohon kepada Allah, “Ya Allah, susutkanlah bilangan mereka, musnahkanlah mereka sampai binasa!”

Khubaib memandangi wajah-wajah orang yang akan menghukumnya. Dengan suara teguh ia berkata:

Mati bagiku tak menjadi masalah
Asalkan ada dalam ridha dan rahmat Allah
Dengan jalan apapun kematian itu terjadi
Asalkan kerinduan kepadaNya terpenuhi
Ku berserah menyerah kepadaNya
Sesuai dengan taqdir dan kehendakNya
Semoga rahmat dan berkah Allah tercurah
Pada setiap sobekan daging dan tetesan darah …”

Gugur di Tiang Salib
Inilah sebuah maha kisah pengorbanan.  Belum pernah dalam sejarah bangsa Arab seorang menyalib laki-laki baru kemudian membunuhnya di atas salib.

Sebelum gugur, panah-panah menancap di tubuhnya. Pedang-pedang menebas dan merobek dagingnya. Seorang pemimpin Quraisy berteriak kepadanya, “Sukakah kamu jika Muhammad menggantikanmu saat ini dan engkau menjadi sehat walafiat bersama keluargamu?!”

Apakah yang Khubaib teriakkan? Sama persis dengan apa yang dikatakan sahabatnya Zaid yang telah dibunuh sebelumnya:

Demi Allah tak sudi aku bersama anak istriku selamat menikmati kesenangan duniasedangkan Rasulullah kena musibah walau hanya oleh sepotong duri!”

Kembalilah anak panah meluncur dan pedang-pedang menebas tubuhnya. Khubaib berdoa yang terakhir kalinya, “Ya Allah kami telah menyampaikan tugas dari RasulMu,  maka mohon disampaikan pula kepadanya esok tindakan orang-orang itu terhadap kami…”

Abu Sufyan yang kala itu masih kafir bertepuk tangan dan berkata, "Belum pernah kulihat manusia yang lebih mencintai manusia lain seperti halnya sahabat-sahabat Muhammad ini terhadap Muhammad."

Saat jiwa Khubaib telah lepas dari tubuhnya dan orang-orang Quraisy perlahan meninggalkan dan membiarkan mayatnya di atas salib, burung-burung gagak berterbangan di atasnya. Mereka berhenti dan mengelilingi jenazah Khubaib. Namun, seolah mengerti apa yang terjadi, burung-burung itu saling berbicara kepada sesama  mereka. Burung-burung itu tak jadi memakan tubuh sang pahlawan yang wangi dengan darah jihad  dan kembali terbang ke angkasa.

Allah memperkenankan doa Khubaib. Rasulullah SAW di Madinah seolah memperoleh firasat dan gambaran para sahabatnya yang telah disiksa. Beliau memerintahkan Migdad bin Amar dan Zubair bin Awwam yang segera memacu kuda mereka mencarinya. Benarlah, Migdad dan Zubair menemukan jasad Khubaib dan menguburkannya. Tak pernah ditemukan dengan persis dimana letak makan Khubaib bin Adi hingga kini. Satu yang terkenang darinya adalah seorang syuhada yang gugur di tiang salib.

Salam untukmu Khubaib bin Adi. Salam untukmu para syuhada.

Alhamdulillah

0 Response to "Kisah Sahabat Nabi: "Khubaib bin Adi""

Post a Comment