Perjuangan Bangsa Indonesia Merebut Irian Barat


Salah satu keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB) menyatakan bahwa status Irian Barat akan ditunda setahun sesudah pengakuan kedaulatan. Pihak Indonesia menafsirkan setahun setelah KMB, Belanda akan menyerahkan Irian Barat. Namun Belanda, memberikan tafsiran bahwa masalah Irian Barat akan diselesaikan dengan jalan perundingan. Satu tahun setelah pengakuan kedaulatan, ternyata tidak ada titik terang mengenai status Irian Barat. Itulah sebabnya, bangsa Indonesia dengan berbagai upaya terus berjuang untuk merebut Irian Barat.





Perjuangan Melalui Diplomasi
a. Konferensi Tingkat Menteri dalam Rangka Uni Indonesia Belanda 
Konferensi ini diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 24 Maret 1950, dengan keputusan membentuk sebuah komisi yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil pemerintah Indonesia dan Belanda guna menyelidiki masalah Irian Barat. Hasil kerja komisi tersebut dilaporkan kepada Konferensi Tingkat Menteri kedua di Den Haag pada bulan Desember 1950. Namun pembicaraan pada forum ini tidak menghasilkan penyelesaian masalah Irian Barat. Bahkan pada tahun 1952, Belanda dengan persetujuan parlemennya memasukkan wilayah Irian Barat sebagai bagian dari kerajaan Belanda. Sikap Belanda ini menunjukkan keinginannya yang kuat untuk tetap menguasai wilayah Irian Barat. Oleh karena itu, pada bulan April 1953 Pemerintah RI memutuskan untuk menghapus misi militer Belanda.

Sementara itu, di kalangan masyarakat luas, partai-partai, dan organisasi-organisasi timbul keinginan keras untuk menghapuskan Uni Indonesia-Belanda karena dianggap sebagai sisa penjajahan Belanda. Sebagian besar rakyat Indonesia menganggap bahwa kemerdekaan belum sempurna selama Indonesia masih tetap menjadi anggota Uni yang dikepalai oleh Ratu Belanda.

b. Perundingan Melalui Forum PBB
Setelah upaya-upaya diplomasi secara bilateral tidak berhasil, kemudian cabinet Ali Sastroamijoyo I membawa masalah Irian Barat ke forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Namun usaha ini pun mengalami kegagalan. Kemudian usaha yang sama dilanjutkan oleh kabinet Burhanuddin Harahap.

Pihak Belanda menanggapi usaha Indonesia itu dengan enteng. Belanda meyakinkan Sidang PBB bahwa masalah Irian Barat adalah masalah bilateral antara Indonesia-Belanda, yakni dalam Intern Uni Indonesia-Belanda. Bahkan pernyataan Belanda tersebut mendapat dukungan dari negara- negara Eropa Barat, terutama sesama anggota NATO. Akibatnya, resolusi pengembalian Irian Barat gagal memperoleh mayoritas suara dalam sidang PBB.

***



Perjuangan Melalui Politik dan Ekonomi
Perjuangan pemerintah Republik Indonesia untuk mengembalikan wilayah Irian Barat secara diplomasi baik bilateral maupun dalam forum PBB belum juga membuahkan hasil. Kemudian Indonesia meningkatkan perjuangan dalam bentuk konfrontasi, serta terus menerus melakukan upaya diplomasi dalam sidang-sidang PBB.

a. Pembubaran Uni Indonesia-Belanda
Pada tanggal 13 Februari 1956, kabinet Burhanuddin Harahap membubarkan Uni Indonesia-Belanda secara sepihak dengan undang-undang No.13 tahun 1965. Secara singkat undang-undang tersebut menetapkan bahwa hubungan selanjutnya antara negara-negara yang berdaulat penuh berdasarkan hukum internasional. Kepentingan Belanda di Indonesia berlaku sesuai hukum yang ada di Indonesia.

b. Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda
Pada tahun 1958 Indonesia melakukan tindakan tegas yaitu pangambilalihan perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia yang mula-mula dilakukan secara spontan oleh rakyat dan buruh yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda, yang selanjutnya ditampung dan dilakukan secara teratur oleh pemerintah. Untuk menghindari kesemrawutan, KSAD Jendral A. H. Nasution sebagai Penguasa Perang Pusat (Peperpu), mengkoordinir pengambilalihan semua perusahaan milik Belanda kemudian menyerahkannya kepada pemerintah. Pemerintah mengukuhkan pengambilalihan itu dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1958.Perusahaan Belanda yang diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia, antara lain sebagai berikut.
  1. Gedung Nederlandsche Handel Maatschapij NV.
  2. Bank Escompto yang menjadi Bank Dagang Negara (BDN). Sekarang BDN termasuk Bank Mandiri.
  3. Percetakan De Unie
  4. Perusahaan Philips
  5. Perusahaan Penerbangan KLM
c. Pembentukan Pemerintahan Provinsi Irian Barat
Sejalan dengan program Kabinet Ali Sastroamijoyo maka dibentuklah pemerintahan provinsi Irian Barat dengan Ibu kotanya di Soa Siu, Tidore (Maluku Utara). Peresmian provinsi tersebut dilakukan tepat pada saat ulang tahun kemerdekaan RI yang ke-11, yaitu pada tanggal 17 Agustus 1956. Provinsi Irian Barat tersebut meliputi wilayah Irian yang masih diduduki Belanda, serta Tidore, Weda, Oba, Patani, dan Wasile. Gunernur Irian Barat pertama adalah Sultan Tidore, Zainal Abidin Syah, yang dilantik pada tanggal 23 September 1965.

Perjuangan dengan cara konfrontasi untuk merebut kembali Irian Barat didukung oleh seluruh rakyat Indonesia dengan sepenuh hati. Pada tahun1957 dibentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat sebagai persiapan untuk melaksanakan konfrontasi. Pada tanggal 17 Agustus1960, Presiden Soekarno mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda.

***



Perjuangan Melalui Konfrontasi Bersenjata
a. Tri Komando Rakyat (Trikora)
Untuk lebih meningkatkan perjuangan, pada tanggal 9 Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan komando yang dikenal dengan nama Tri Komando Rakyat (Trikora) di Yogyakarta. Pemilih waktu dan tempat penyampaian Trikora adalah Mr. Moh Yamin, dengan pertimbangan bahwa tanggal 19 Desember 1948 merupakan Agresi Belanda II dengan pemboman atas Yogyakarta di Maguwo. Kota Yogyakarta dipilih, juga untuk mengenang usaha pengusiran Belanda dari Batavia (Jakarta) oleh Sultan Agung pada tahun 1628 dan 1629. Naskah Tri Komando Rakyat (Trikora) selengkapnya adalah :

TRI KOMANDO RAKYAT
Kami, Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia dalam rangka politik konfrontasi dengan pihak Belanda untuk membebaskan Irian Barat telah memberikan instruksi kepada Angkatan Bersenjata untuk pada setiap waktu yang kami akan tetapkan menjalankan tugas kewajiban membebaskan Irian Barat Tanah Air Indonesia dari belenggu kolonialisme Belanda. Dan kini, oleh karena belanda masih tetap mau melanjutkan kolonialisme di Tanah Air kita Irian Barat, dengan memecah belah Bangsa dan Tanah Air Indonesia maka kami perintahkan kepada rakyat Indonesia, juga yang berada di daerah Irian Barat, untuk melaksanakan Tri Komando sebagai berikut:
  1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda Kolonial.
  2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia.
  3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati perjuangan Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Yogyakarta, 19 Desember 1961

Presiden/Panglima Tertinggi
Angkatan Perang Republik Indonesia
Pimpinan Besar Revolusi Indonesia/
Panglima Besar Komando Tertinggi
Pembebasan Irian Barat


SOEKARNO



b. Pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat
Setelah dikeluarkan sebuah komando (Trikora) oleh Presiden Soekarno, selanjutnya pemerintah Indonesia, segera membentuk Provinsi Irian Barat gaya baru. Ibu kotanya di kota baru (Jayapura), dengan putra Irian sebagai Gubernurnya. Pemerintah juga membentuk suatu komando yang disebut Komando Mandala Irian Barat, pada tanggal 2 Januari 1962. Selaku panglima Mandala ditunjuk Brigadir Jendral Soeharto, dengan markas besarnya di Makasar. Pada tanggal 13 Januari 1962, Brigadir Jendral Soeharto dilantik dan dinaikan pangkatnya menjadi mayor jendral. 




Pada bulan Januari itu juga ditetapkan susunan Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat sebagai berikut :
1. Panglima Besar Komando Tertinggi : Presiden/Panglima Tertinggi Soekarno
2. Wakil Panglima Besar : Jendral A. H. Nasution
3. Kepala Staf : Mayor Jendral Ahmad Yani 

Adapun susunan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat adalah sebagai berikut:
1. Panglima Mandala : Mayor Jendral Soeharto
2. Wakil Panglima I : Kolonel Laut Subono
3. Wakil Panglima II : Kolonel Udara Leo Wattimena
4. Kepal Staf Umum : Kolonel Achmad Tohir

Pada tanggal 15 Januari 1962, sebelum Komando Mandala menyelesaikan konsolidasinya telah terjadi pertempuran Laut Aru. Pertempuran yang tidak seimbang itu terjadi antara tiga perahu motor torpedo boat (MTB) yang bergabung dalam kesatuan patroli cepat, yakni RI Macan Tutul, RI Macan Kumbang, dan RI Harimau yang sedang patroli rutin di Laut Arafuru, motor torpedo boat (MTB) ALRI melawan kapal perusak dan Fregot (kapal perang) Belanda. Akhirnya MTB Macan Tutul terbakar dan tenggelam, sehingga menyebabkan gugurnya Komodor Yos Sudarso. Deputi Kepala Staf ALRI dan Kapten Laut Wiratno beserta awak kapalnya selamat. Untuk mengenang peristiwa tersebut setiap tanggal 15 Januari di peringati sebagai hari Samudra.

c. Operasi untuk Merebut Irian Barat
Dilaksanakannya operasi-operasi untuk merebut Irian Barat didasarkan atas Instruksi Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat No.1, kepada Panglima Mandala dengan tugasnya sebagai berikut :
  1. merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi-operasi militer dengan tujuan untuk mengembalikan wilayah provinsi Irian Barat ke dalam kekuasaan negara RI.
  2. Mengembangkan situasi militer di tengah wilayah provinsi Irian Barat.




Dalam rangka melaksanakan instruksi tersebut panglima Mandala menyusun rencana melalui tiga tahap sebagai berikut :
1. Tahap Infiltrasi (sampai Akhir Tahun 1962)
Dilakukan dengan cara memasukkan 10 kompi TNI ke sekitar sasaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto. Dalam hal ini perjuangan melibatkan peran serta rakyat Irian Barat. Operasi yang dilakukan dengan pendaratan melalui darat dan udara telah berhasil menyusupkan pasukan ABRI dan sukarelawan, antara lain sebagai berikut:
1) Operasi Banteng di Fak-Fak dan Kaimana.
2) Operasi Srigala di Sorong dan Teminabuan.
3) Operasi Naga di Merauke.
4) Operasi Jatayu di Sorong, Kaimana, dan Merauke.

Operasi-operasi tersebut dilakukan pada bulan Maret sampai Agustus 1962.

2. Tahap Ekploitasi (Mulai Awal Tahun 1963)
Mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki semua pos pertahanan musuh yang penting. Dalam hal ini akan di lakukan operasi militer yang disebut Operasi Jayawijaya.

3. Tahap Konsolidasi (Mulai Awal Tahun 1964)
Pada tahap konsolidasi ini komando Mandala berusaha menegakkan kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian Barat. Sampai pada triwulan ketiga tahun 1962 penyelesaian tugas tersebut harus dipercepat enam bulan dengan membatalkan tahap ekploitasi, karena pada tanggal 18 Agustus 1962 telah dikeluarkan Perintah Penghentian tembak-menembak oleh presiden/Panglima Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat. Perintah presiden tersebut dikeluarkan setelah adanya persetujuan antara pemerintah RI dengan kerajaan Belanda mengenai masalah Irian di markas besar PBB New York, yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 1962. Berhasilnya Tri Kora itu berkat penggabungan antara militer dan diplomasi. Diplomasi tanpa dukungan kekuatan militer akan sia-sia seperti yang telah di alami sebelum Tri kora.

d. Persetujuan New York
Kesungguhan yang dilakukan oleh Indonesia dalam perjuangan mengembalikan Irian Barat mengundang simpati diplomat Amerika Serikat, yaitu Ellsworth Bunker. Ia mengajukan usul yang kemudian terkenal dengan nama Rencana Bunker pada bulan Maret 1962. Isi Rencana Bunker, antara lain sebagai berikut :
  1. Pemerintahan Irian Barat harus diserahkan kepada RI melalui badan PBB yang disebut United Nations Temporary Excecutive Authority (UNTEA).
  2. Adanya Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Irian Barat. Sebagai tindak lanjut Rencana Bunker, pada tanggal 15 Agustus 1962 di New York diadakan perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang disebut Perjanjian New York. Penandatanganan Perjanjian New York dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Subandrio mewakili RI dengan Van Royen dan Schurmann yang mewakili Belanda. Sedangkan Sekjen PBB U Thant dan Bunker menyaksikan penandatanganan tersebut. Isi perjanjian New York adalah sebagai berikut  a. Setelah pengesahan persetujuan antara Indonesia dan Belanda, paling lambat 1 Oktober 1962 UNTEA akan berada di Irian Barat, dan bendera Belanda diganti bendera PBB. b. Pasukan-pasukan Indonesia yang sudah berada di Irian Barat tetap tinggal di Irian Barat, tetapi berstatus di bawah kekuasaan pemerintah sementara PBB. c. Angkatan perang Belanda secara berangsur-angsur dikembalikan, bagi yang belum pulang di tempatkan di bawah pengawasan PBB dan tidak boleh dipakai untuk operasi-operasi militer.
  3. Antara Irian Barat dan daerah Indonesia lainya berlaku lalu lintas bebas.
  4. Pada tanggal 31 Desember1962 bendera Indonesia mulai berkibar di samping bendera PBB.
  5. Pemulangan anggota-anggota sipil dan militer Belanda harus sudah selesai pada tanggal 1 Mei 1963, dan selambat-lambatnya pada hari itu juga Pemerintah RI secara resmi menerima pemerintahan di Irian Barat dari Pemerintahan sementara (UNTEA)
Selanjutnya untuk menjamin keamanan di wilayah Irian Barat, dibentuk pasukan keamanan PBB yang dinamakan United Nations Security Forces (UNSF) di bawah Pimpinan Brigjen Said Uddin Khan dari Pakistan. Pemerintah Sementara PBB berada di bawah pimpinan Jalal Abdoh dari Iran. Hal ini memperlancar kegiatan pemerintahan, sehingga tepat 1 Mei 1963 UNTEA menyerahkan Irian Barat kepada RI. Sebagai gubernur Irian Barat yang pertama di angkat putra Irian Barat asli, yaitu E. J. Bonay. Bersamaan dengan kembalinya Irian Barat secara resmi ke pangkuan Republik Indonesia, maka pada tanggal 1 Mei 1963 Komando Mandala di bubarkan oleh Presiden Soekarno. Operasi terakhir yang dilaksanakan oleh Komando Mandala adalah operasi Wisnumurti yang bertugas dalam pengamanan penyerahan kekuasaan pemerintahan di Irian Barat dari UNTEA kepada Pemerintah RI.

Usaha-usaha yang dilakukan oleh Pemerintah RI untuk memajukan kesejahteraan rakyat Irian Barat, antara lain :
  1. Dalam bidang pendidikan, dengan mengirim guru-guru.
  2. Dalam bidang sosial, mengakhiri cara hidup yang terlalu sederhana atau primitif dengan menyelenggarakan operasi Busana.
  3. Mendirikan IKIP/Universitas Cendrawasih.
  4. Membangun industri dan pertambangan, yaitu Pertamina dan Pertambangan Tembaga.
Usaha-usaha tersebut ternyata memberikan nilai lebih tersendiri bagi masyarakat Irian Barat, sehingga dalam penyelenggaraan Pepera menghasilkan pendapat rakyat Irian Barat tetap bersatu dengan Republik Indonesia.

e. Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Sebagai wujud perjanjian New York, sebelum akhir tahun 1969 diselenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Adapun pelaksanaan Pepera ditempuh melalui tiga tahap.
  1. Tahap pertama, dimulai pada tanggal 24 Maret 1969 dilakukan konsultasi dengan dewan-dewan kabupaten di Jayapura mengenai tata cara penyelenggaraan Pepera.
  2. Tahap kedua, yaitu pemilihan Anggota Dewan Musyawarah Pepera yang berakhir pada bulan juni 1969 dengan dipilihnya 1.026 anggota dari delapan kabupaten, terdiri dari 983 pria dan 43 wanita.
  3. Tahap ketiga, adalah pelaksanaan Pepera yang diberlakukan di kabupaten-kabupaten, mulai tanggal 14 Juli 1969 di Merauke dan berakhir pada tanggal 4 Agustus 1969 di Jayapura.
Hasil Pepera selanjutnya dibawa ke forum PBB, oleh utusan sekjen PBB Ortis Sanz untuk dilaporkan dalam Sidang Umum PBB ke-24 (November 1969). Pada tanggal 19 November 1969 Sidang Umum PBB menyetujui Resolusi Belanda, Malaysia, Muangthai, Thailand, Belgia, Luxemburg, dan Indonesia agar Sidang Umum PBB menerima hasil-hasil Pepera yang telah dilaksanakan sesuai dengan isi Persetujuan New York.


0 Response to "Perjuangan Bangsa Indonesia Merebut Irian Barat"

Post a Comment