Takziah dan Ziarah Kubur


Takziah
Takziah adalah salah satu kewajiban seorang muslim terhadap orang yang meninggal. Bahkan, Rasulullah Muhammad saw menyebutnya sebagai salah satu hak bagi orang yang meninggal dunia. Artinya, ketika ada seseorang yang meninggal dunia, jenazah tersebut masih memiliki hak untuk mendapat penghormatan dari orang yang masih hidup.

Rasulullah Muhammad saw bersabda, “Sesungguhnya milik Allah-lah apa yang telah Dia ambil dan milik-Nya jua apa yang Dia berikan; dan segala sesuatu di sisi-Nya sudah ditetapkan ajalnya. Maka hendaklah kamu bersabar dan mengharap pahala dari-Nya” (HR. Muttafaq ’alaih). Sabda ini selaras dengan tujuan utama dari takziah kepada orang yang baru ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yaitu untuk mengingatkan tentang hak Allah dan pentingnya seorang muslim untuk bersabar dalam menghadapi segala musibah.

Dari Abu Hurairah r.a, berkata, saya mendengar rasulullah SAW bersabda kewajiban antara sesama muslim itu ada lima, yaitu menjawab salam, menengok orang sakit, mengantarkan jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang bersin.

Takziah

Dalam ajaran Islam, kebiasaan seorang muslim mengunjungi orang yang meninggal dunia ini disebut takziah. Dengan kata lain, takziah adalah berkunjung kepada keluarga yang meninggal dunia. Kewajiban untuk mengunjungi keluarga yang mengalami “musibah” kematian adalah sunah. Bahkan, dalam kondisi tertentu bisa menjadi wajib. Pada ahli hukum Islam menegaskan bahwa hukum merawat orang yang meninggal dunia adalah fardu kifayah, namun bila tidak ada yang mengurusnya maka kepada orang yang tahu mengenai kejadian tersebut status hukumnya menjadi fardu ‘ain. Dengan kata lain, seseorang tidak dinyatakan berdosa bila tidak ikut serta dalam merawat jenazah bila sudah ada sebagian muslim lain yang sudah mengurus jenazah tersebut. Pada posisi seperti itu, maka bagi kebanyakan orang yang lain (yang tidak ikut serta merawat jenazah) terkena status fardu kifayah. Namun bila tidak ada yang mengurus, maka pada orang yang ada di sekitar orang yang meninggal dunia tersebut terkena hukum wajib (fardu ‘ain) untuk merawat jenazah tersebut sampai selesai.

Sementara takziah adalah salah satu akhlak muslim terhadap orang yang sedang mendapatkan musibah. Pelaksanaan takziah sebaiknya dilakukan sebelum jenazah dimakamkan. Dengan maksud untuk membantu mengurus atau paling tidak mensalatkan dan mengantar jenazah ke makam.

Adab Bertakziah
  1. „Lakukan takziah dengan dilandasi oleh niat ikhlas karena Allah Swt. Karena sesungguhnya hanya amal-amalan kepada Allah Swt itulah, yang akan memiliki nilai ibadah di sisi Allah Swt.
  2. „Gunakan pakaian yang rapi, sopan dan menutup aurat. Sepanjang tidak mencolok atau menyinggung pihak lain, tidak ada salahnya, menggunakan model pakaian yang biasa digunakan sebagai tanda berkabung.
  3. Bertingkah laku yang baik, dan jaga ucapan. Islam memberikan ajaran mengenai akhlak bertakziah, yaitu pujilah si mayit dengan mengingat dan menyebut kebaikan-kebaikannya dan jangan menjelek-jelekkannya. Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu mencaci-maki orang-orang yang telah mati, karena mereka telah sampai kepada apa yang telah mereka perbuat.” (HR. Al-Bukhari).
  4. „Jangan menangis dengan suara keras, meratapi maupun merobek-robek baju. Rasulullah bersabda, “Bukan golongan kami orang yang memukulmukul pipinya dan merobek-robek bajunya, dan menyerukan kepada seruan jahiliyah.” (HR. Al-Bukhari).
  5. Bertakziah atau melayat orang yang meninggal adalah kewajiban sesama muslim. Janganlah memperlihatkan kesedihan berlebihan ketika bertakziah, dan ada baiknya kita berdoa atau membaca ayat-ayat suci sambil menunggui jenasah.
„„Perawatan Jenazah
Ibnu Umar pernah berkata, “Apabila selesai mengubur jenazah, Rasulullah berdiri di atasnya dan bersabda, “Mohonkan ampunan untuk saudaramu ini, dan mintakan kepada Allah agar ia diberi keteguhan, karena dia sekarang akan ditanya.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Hiburlah keluarga yang berduka dan berikan makanan untuk mereka. Rasulullah bersabda, “Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja`far, karena mereka sedang ditimpa sesuatu yang membuat mereka sibuk.” (HR. Abu Daud dan dinilai hasanoleh Al-Albani)
„ 
Berdoa agar jenazah diampuni dosanya oleh Allah Swt dengan menshalatkannya.  Memberi nasihat kepada keluarga jenazah yang ditinggalkan untuk bersabar, tawakal serta meningkatkan ketakwaannya kepada Allah Swt., Mengingatkan keluarga jenazah apabila jenazah mampunyai hutang untuk segara dilunasi. Memberi bantuan baik berupa uang atau yang lainnya yang dibutuhkan jenazah.

Ziarah kubur
Berziarah kubur hukumnya sunnah. Pelaksanaan ziarah kubur tidak ada waktu yang diwajibkan. Kebanyakan muslim melaksanakan ziarah kubur pada hari raya idul fitri. Kegiatan ziarah kubur di hari raya idul fitri ini merupakan rangkaian panjang dari kegiatan bulan suci ramadhan. Bagi seorang muslim akan merasa kurang maksimal merayakan hari raya idul fitrinya bila tidak melakukan ziarah kubur ke makam leluhur, orangtua atau sanak-saudara yang telah mendahuluinya.

Ziarah Kubur

Dengan demikian, pada hari lebaran hampir semua anggota keluarga digiring untuk melakukan ziarah kubur ke leluhur. Anak kecil, ibu bapak, dan paman bibi atau siapapun yang merupakan anggota keluarga besar mereka menyempatkan diri untuk melakukan ziarah kubur. Bila diperhatikan dengan seksama, kegiatan ziarah kubur ini menunjukkan beberapa perilaku agama dan perilaku kebudayaan yang unik pada masyarakat muslim modern.

Pertama, praktek ziarah kubur dilakukan sesuai dengan pemahaman dan kesadaran agamanya masing-masing. Bagi mereka yang merasa yakin tentang tahlilan, tidak jarang mereka lakukan yasinan bersama di samping kanan kiri makam leluhurnya. Perilaku seperti ini, sudah tentu sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh kaum muslimin yang tidak mengakui adanya tahlilan atau yasinan di lokasi makam. Bagi kelompok tertentu, asal tidak memintaminta sesuatu kepada makam, maka kegiatan berdoa di makam adalah sesuatu hal yang tidak dilarang.

Kedua, nilai sosial kedua yang tidak kalah pentingnya lagi yaitu ziarah kubur tahunan sebagaimana yang dilaksanakan di hari idul fitri menjadi magnet besar dalam mengumpulkan sanak saudara. Pada waktu itulah, keturunan dari orang yang meninggal (misalnya nenek) berkumpul untuk menyambangi makan leluhur dengan berbagai do’a dan bunga. Fenomena ini menegaskan bahwa ziarah kubur secara sosiologis memiliki potensi yang besar untuk membangun silaturahmi dan reuni antar anggota keluarga. Tradisi mudik yang menggejala di masyarakat Indonesia, dalam kaitan dengan masalah ini merupakan sarana masyarakat untuk melakukan ziarah ke makam leluhurnya. Mereka merelakan harus mengeluarkan biaya besar dan berdesak-desakan di jalan, sepanjang dapat merayakan lebaran di kampung halaman dan bisa berziarah ke makam leluhur. Oleh karena itu, ziarah kubur pun ternyata berpeluang untuk dijadikan shilaturahmi akbar antar aggota masyarakat secara lebih luas. Tanpa diduga, sanak saudara dari seorang tetua desa akan bertemu di makam dengan keturunan dari rekanan tetua desa tersebut. Anak cucu para tetua itu kemudian saling menjelaskan identitas diri, terkait dengan leluhur yang tengah mereka kunjungi tersebut.

Ketiga, bagi seseorang yang dianggap tetua, secara tidak langsung memiliki kesempatan untuk menjelaskan mengenai asal-usul orang yang sudah meninggal yang kita ziarahi itu. Di depan makam leluhur tersebut, orang yang tertua memberikan penjelasan tentang siapa dan kilas balik sejarah leluhurnya. Cerita tentang leluhur yang diungkapkan ini sesungguhnya diarahkan pada anak-cucu yang turut hadir berziarah, sehingga mereka tidak merasa asing dengan sejarah leluhurnya. Namun demikian, cerita yang disampaikan tetua itu memiliki dua tujuan, yaitu (1) menceritakan kisah leluhur kepada yang hadir dengan tujuan supaya yang hadir memiliki pengetahuan mengenai silsilah keluarga, khususnya kepada mereka yang termasuk generasi muda, dan (2) memberikan penjelasan kepada generasi tua yang hadir untuk mengingat lokasi ziarah supaya dia dapat melanjutkan estafet ziarah kubur di kemudian hari. Tidak mengherankan, dalam kesempatan ziarah kubur lebaran itu, seorang tetua biasanya memberikan penjelasan lokasi-lokasi makam leluhur atau sanak saudara yang perlu diingat dan wajib diziarahi oleh keturunannya di kemudian hari.

Keempat, ziarah kubur merupakan perekat sosial antar anggota keluarga. Secara primordial, dikalangan para pengunjung biasanya mengeluarkan cerita, kenangan atau unek-unek tentang ketidakmampuan dirinya di masa lalu dalam memberikan pelayanan prima kepada leluhurnya. Dan dalam kesempatan itu pula, mereka menularkan kepedulian, kepekaan kepada saudarasaudaranya untuk memberikan bebakti kepada leluhurnya, yaitu dengan cara menziarahi atau mendo’akan mereka.

Kelima, dengan melakukan ziarah kubur sesungguhnya setiap keluarga telah berusaha untuk melestarikan silsilah keturunan mereka. Orang Sunda menyebutnya sebagai “pancakaki” supaya tidak “pareumeun obor”. Dengan adanaya ziarah kubur, seseorang akan mengenal siapa leluhurnya, dan siapa yang menjadi keturuan dari leluhurnya tersebut.

Keenam, tidak kalah menarik lagi, kadang seorang muslim memberikan doa dan taburan bunga kepada makam-makam tertentu yang dianggapnya sebagai orang berjasa. Mereka itu kadang orang terhormat, kadang hanya sekedar karena dirinya (orang yang hidup itu) sempat berutang budi kepada orang yang sudah meninggal tersebut. Sehingga dalam kesempatan lebaran itu, mereka melakukan kunjungan ke makam orang tersebut.

Hikmah Ziarah Kubur
Bagi seorang ibu atau bapak, bila kedapatan ada salah seorang anggota keluarganya tidak mau ziarah kubur kepada nenek moyangnya, akan dicapnya sesuatu hal yang nakal atau kurang berbakti. Sementara itu bagi anak muda sekarang, ziarah kubur ke makam leluhur dianggap sebagai sesuatu yang kurang penting. Sikap kalangan muda ini, selain dirasuki oleh pemahaman bahwa doa kepada orang yang sudah meninggal dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, juga karena terkait dengan citra bahwa ziarah kubur itu hanyalah kewajiban orang-orang yang sudah tua. Maka di hari lebaran ini, anak-anak generasi muda jarang yang memiliki inisiatif sendiri untuk melakukan ziarah kubur. Bahkan ada diantara kalangan muda itu, merayakan lebaran itu bukan dengan ziarah kubur malah dengan pesta atau liburan ke suatu tempat. Satu sisi tampaknya hal ini bergantung pada persepsi dirinya mengenai kematian atau kuburan. Bagi mereka yang menganggap kematian itu adalah sesuatu hal yang lepas dan tidak ada ikatan apa-apa lagi dengan mereka yang masih hidup di dunia, akan memiliki persepsi bahwa kunjungan ke makam leluhur adalah sesuatu hal yang kurang bermanfaat.

Lain lagi dengan mereka yang menganggap bahwa orang yang masih hidup masih mampu dan berkesempatan untuk bershilaturahmi dengan para leluhur. Kajian antropologi dan sosiologi terhadap kepercayaan masyarakat yang ada di Indonesia, mengindikasikan adanya kepercayaan yang umum mengenai adanya ruang komunikasi antara orang yang masih hidup dengan orang yang sudah meninggal dunia.

Doa dan bunga yang ditaburkan di hari lebaran adalah media komunikasi orang dunia dengan nenek moyang yang ada di alam kubur. Bagi masyarakat Jawa atau Sunda yang masih dipengaruhi adat leluhurnya, bakar kemenyan dan sesaji di malam jum’at adalah bagian dari komunikasi keluarga dengan leluhurnya. Ketika Islam hadir di bumi Indonesia, keyakinan dan kepercayaan bisa komunikasi dengan leluhur yang ada di alam kubur itu lebih bersifat satu arah. Islam memberikan panduan bahwa orang yang sudah meninggal dunia akan putus berbagai kaitan dengan dunia kecuali dalam tiga perkara, yaitu ilmu yang bermanfaat, amal zariah dan doa anak soleh.

Dalam konteks yang terakhir itulah, ziarah kubur yang diisi dengan doa anak-cucu kepada leluhurnya merupakan bagian dari komunikasi satu arah dengan leluhurnya. Oleh karena itu, sanak-saudara di hari lebaran ini banyak yang melakukan ziarah kubur terhadap leluhurnya. Berdasarkan pertimbangan ini, shilaturahmi di hari raya idul fitri dilakukan dengan tiga pihak, yaitu shilaturahmi dengan Allah Swt yang ditunjukkan dengan sholat idul fitri, shilaturahmi dengan sesama manusia yang ditunjukkan dengan bersalam-salaman atau saling berkunjung,dan shilaturahmi dengan orang yang sudah meninggal yang ditunjukkan dengan ziarah kubur.

Adab Ziarah Kubur
Dalam melaksanakan ziarah kubur, Islam memberikan rambu-rambu etika yang harus diperhatikan. Pelaksanaan ziarah kubur dilandasi niat ikhlas dan tujuan ibadah karena Allah Swt.
  1. Hendaknya mengucapkan salam kepada penghuni kubur dan mendoakannya agar memperoleh kesejahteraan dan keselamatan di alam kuburnya.
  2. Saat berziarah hendaknya tidak boleh menginjak-injak atau duduk diatas makam apalagi melakukan perbuatan yang tidak pantas.
  3. „Tidak boleh menggunakan makam sebagai tempat makan, duduk-duduk atau istirahat di atas makam orang lain. Sikap seperti ini, dapat menyinggung perasaan anggota keluarga yang dimakamkannya.
  4. „Tujuan ziarah kubur bukan untuk perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan Islam.


0 Response to "Takziah dan Ziarah Kubur"

Post a Comment