Sejarah Dakwah Rasulullah Saw. pada Periode Islam di Mekkah


Hidup di tengah-tengah orang Arab yang gemar memuja berhala tidak membuat Nabi Muhammad Saw. ikut-ikutan memuja berhala bahkan beliau membenci  berhala-berhala itu dan kepada agama yang dianut oleh sebagian besar bangsa  Arab. Nabi Muhammad Saw. tidak pernah memuja berhala, Nabi Muhammad Saw. lebih sering mengasingkan diri untuk berfikir tentang penciptaan alam semesta beserta segenap isinya. Gua Hira’ yang berada di bukit Nur (Jabal Nur)  adalah tempat di mana beliau berkhalwatdengan khusyu hingga menerima wahyu  Allah Swt.

Memasuki 14 tahun usia pernikahan Nabi Muhammad Saw. dengan Siti Khadijah, Nabi Muhammad Saw. sering melakukan ibadah diiringi dengan memohon  petunjuk kepada Allah Swt., berkhalwat di Gua Hira, yaitu ua yang berada di bukit Nur (Jabal Nur) yang terletak di dekat Mekkah.  Berkhalwat ini dilakukan Nabi Muhammad  Saw. dengan khusyuk, kadang sampai beberapa hari beliau baru pulang jika bekal sudah habis. Di sanalah, beliau menghabiskan waktu selama berhari-hari dan bermalam-malam. 


Pada malam bertepatan dengan malam Jum’at  tanggal 17 Ramadhan, yaitu ketika beliau sedang bertafakur di dalam Gua Hira dan telah berusia empat puluh tahun, beliau  didatangi malaikat Jibril yang seraya berkata kepadanya: “Bacalah!”,ya Muhammad, beliau menjawab: “Saya tidak bisa membaca”. Malaikat Jibril memeluk Nabi Muhammad mengulangi perintah ini untuk kedua kalinya . Dan pada  yang ketiga kalinya, Nabi Muhammad berkata apa yang harus saya baca, lalu  Jibril berkata kepadanya, dengan membawa wahyu pertama dari Allah Swt. :

Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan; Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah; Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah;Yang mengajar (manusia) dengan peranta ran kalam; Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Al  -‘Alaq : 1– 5).

Nabi Muhammad Saw. mengikuti apa yang diucapkan malaikat Jibril dengan baik sampai hafal. Setelah itu, Jibrilpun meninggalkannya, dan Rasulullah sudah  tidak kuat lagi berada di gua Hira’. Akhirnya beliau pulang ke rumahnya dengan raut muka yang pucat dan menghampiri istrinya Siti Khadijah. Siti Khadijah  merasa heran dan bertanya “Apa yang sedang terjadi ?” dengan gemetar sambil  berkata: “Selimuti saya!, selimuti saya!”, maka Siti Khadijahpun menyelimutinya, sehingga rasa takutnya sirna. Lalu memberitahu Siti Khadijah tentang apa  yang telah diperolehnya di Gua Hira’ dan berkata: “Sungguh saya khawatir terhadap diriku”. Khadijah menanggapinya dan menenangkan serta meyakinkan Nabi  Muhammad Saw.: “Sekali-kali tidak, demi Allah, Dia tidak akan merendahkan  dirimu untuk selamanya, karena sesungguhnya engkau adalah orang yang menyambungkan tali persaudaraan, menanggung beban kesusahan orang lain, memberi orang yang tak punya, menjamu tamu, dan menolong orang yang menegakkan kebenaran”. 

Setelah tenang Siti Khadijah mengajak Nabi Muhammad Saw. untuk menemui saudaranya seorang ahli kitab Waraqah bin Naufal. Di depan Waraqah Nabi Muhammad Saw. menceriterakan semua yang terjadi, Waraqah bin Naufal dengan penuh perhatian mendengarkan cerita yang disampaikan Nabi Muhammad, kemudian Waraqah membuka kitab Taurat dan Injil serta berkata “Demi Tuhan, yang datang itu adalah Malaikat Jibril yang pernah datang pada Nabi Musa, baik-baiklah menjaga diri, tabahkan hatimu wahai Muhammad, kelak engkau akan  diangkat menjadi Rasul, jangan takut, tapi gembiralah menerima wahyu itu”.

Setelah Nabi Muhammad Saw. mendapat wahyu yang pertama dari Allah Swt. dan juga telah mendapat nasehat dari Waraqah bin Naufal. Beberapa malam Nabi  Muhammad Saw. telah siap menerima wahyu kembali, tetapi wahyu tersebut tidak kunjung datang. Baru pada malam ke-40 wahyu kedua turun, waktu itu Nabi  sedang berjalan-jalan ke suatu tempat. Tiba-tiba mendengar suara : “Ya Muhammad, engkau benar utusan Allah”. Nabi merasa takut mendengar suara itu, beliau segera kembali ke rumah menyuruh istrinya Siti Khatijah menyelimuti, suara tadi  terdengar lagi dengan jelas dan semakin dekat Jibril mendatanginya sambil duduk  di atas kursi antara bumi dan langit, lalu turunlah ayat:

Artinya: “Hai orang yang berkemul (berselimut); Bangunlah, lalu berilah  peringatan!; Dan Tuhanmu agungkanlah!; Dan pakaianmu bersihkanlah;  Dan perbuatan dosa tinggalkanlah.” (QS. Al-Mudatsir : 1 – 5).

Setelah menerima dan menghafal wahyu itu, Nabi Muhammad Saw. menanggalkan selimutnya, rasa takut dan gemetarnyapun hilang. Mulai saat itulah  Muhammad telah diangkat oleh Allah  Swt. menjadi Nabi dan Rasul. Tugas  baru telah datang, yaitu menyebarkan  agama Islam kepada seluruh umat manusia, setelah itu wahyu pun turun terus-menerus dan berkelanjutan. Kepada  pamannya Abu Thalib, Nabi Muhammad  Saw. berkeinginan untuk menyampaikan  wahyu tersebut tetapi beliau takut kalau  kurang mendapat sambutan. Nabi memulai dakwahnya, yang terbagi ke dalam  dua fase. Fase Pertama Secara sembunyi-sembunyi (Sirriyah). Pada fase ini Nabi  Muhammad Saw. menyeru keluarga dan  sahabat dekatnya, Siti Khadijah masuk Islam dan bersaksi atas keesaan Allah  dan kenabian suaminya yang mulia. Sehingga, ia adalah orang yang pertama kali  masuk Islam.  

Kemudian, sebagai balas budi pada Abu Thalib, Nabi memilih Ali untuk dididik dan ditanggung nafkahnya. Dalam kondisi seperti ini, hati Alipun terbuka  dan akhirnya masuk Islam. Setelah itu, barulah Zaid bin Haritsah, seorang budak yang telah dimerdekakan oleh Siti Khadijah menyusul masuk Islam. Rasulullah juga bercerita kepada teman akrabnya, Abu Bakar, maka iapun beriman dan membenarkannya, tanpa ada keraguan kemudian Abu Bakar mengajak teman seperdagangannya dan mereka menyambut dengan baik, di antara mereka yang kemudian  masuk Islam adalah Utsman bin Affan, Zubair bin Awwan, Sa’ad bin Abi Waqas,  Thalhah bin Ubaidillah Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah bin Jarrah dan AlArqam bin Abil Arqam. Fase kedua secara terang-terangan (jahriyah) setelah Allah  Swt. menurunkan ſrmanya;

Artinya:  “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad)  yang terdekat.” (QS As-Syu’ara: 214).

Nabi menyeru Bani Abdul Muthalib sesudah mereka berkumpul berkatalah Nabi; “Menurut yang saya ketahui belum pernah seorang pemuda membawa sesuatu untuk kaumnya yang lebih utama dari apa yang saya bawa untuk kamu. Saya  bawa untuk kamu segala kebaikan dunia dan akhirat.” Perkataan Nabi Muhammad Saw. ini disambut dan dibenarkan oleh sebagian  dari mereka yang hadir, tetapi ada juga sebagian yang mendustakannya, Abu Lahab pamannya sangat mendustakan demikian juga istrinya. Abu Lahab berkata;  “Celakalah engkau ! apa untuk inikah kami engkau panggil ?. sehubungan dengan tindakan Abu Lahab ini Allah Swt. menurunkan firman-Nya :

Artinya: ”Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!),  Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia  akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka). Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah). Di lehernya ada tali dari sabut  yang dipintal.” (QS Al-Lahab: 1-5)

Kedua fase tersebut dikenal dengan berdakwah secara sembunyi-sembunyi (sirriyah) yang beliau lakukan selama tiga tahun. Dikatakan secara sembunyisembunyi disini, mengingat tempat para sahabat, pengikutnya, dan orang-orang  yang mereka ajak masuk Islam tersebut bersifat sangat rahasia. Ketika itu Nabi  Muhammad Saw. mendapat pengikut sekitar 30 orang, mereka mendapat sebutan  “Assabiqunal Awwalun”artinya orang yang pertama kali masuk Islam. Sudah  banyak yang beriman kepada Rasulullah Saw., namun mereka masih menyembunyikan keislaman mereka. Karena jika satu saja urusan mereka terungkap, maka  ia akan menghadapi berbagai siksaan keras dari kaum kafir Quraisy hingga ia  murtad (keluar) dari agama Islam.

0 Response to "Sejarah Dakwah Rasulullah Saw. pada Periode Islam di Mekkah"

Post a Comment