Perkembangan Islam di Indonesia


Menelusuri kembali sejarah masuk dan perkembangan Islam di Indonesia, tentu sangat menarik karena dapat memberikan pengetahuan dalam membangun kehidupan bermasyarakat yang lebih baik. Bukankah Islam merupakan agama pencerahan? Islam diturunkan oleh Allah SWT sebagai ajaran yang mampu memberantas kebodohan.



Bukti-bukti Masuknya Islam di Indonesia 
Kapan pengaruh Islam mulai masuk ke Indonesia? Pertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab secara tepat karena tidak bukti tertulis yang menyebutkan secara pasti. Untuk itu, kita hanya dapat memperkirakan berdasarkan beberapa bukti yang dapat ditemukan dan sampai ke tangan kita pada saat ini. Apalagi, jika dikaitkan dengan kenyataan bahwa Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang. Padahal, hubungan dagang antara Indonesia dan beberapa daerah di Asia (India dan Asia Barat) telah berlangsung sangat lama. Hubungan dagang itu telah berlangsung, jauh sebelum Islam lahir.

Berdasarkan pemikiran di atas, maka dapat diperkirakan bahwa pengaruh Islam telah masuk ke Indonesia sejak bangsa Indonesia berhubungan dengan pedagang Islam dari Asia Barat. Pada abad VII, pedagang-pedagang Islam dari Asia Barat (Arab dan Persia) telah sampai ke Indonesia. Pada saat itu, kerajaan yang terkenal di Indonesia adalah Sriwijaya, yang menurut pedagang Islam disebut dengan Zabag atau Sribusa. Di samping itu, para pedagang dari Gujarat (India) telah menjalin hubungan dagang dengan Malaka dan beberapa Kepulauan Indonesia. Berdasarkan kenyataan itu, dapat diperkirakan bahwa pengaruh Islam telah masuk ke Indonesia lebih awal dari pada yang diduga banyak orang. Setidak-tidaknya, orang-orang Gujarat lebih awal menerima pengaruh Islam dan mereka membawanya ke Indonesia melalui kegiatan perdagangan.

Beberapa bukti yang dapat dipergunakan untuk memastikan masuknya Islam di Indonesia adalah sebagai berikut:
a.  Surat Raja Sriwijaya
Salah satu bukti baru tentang masuknya Islam ke Indonesia dikemukakan oleh Prof. Dr. Azyumardi Asra dalam bukunya: ‘Jaringan Ulama Nusantara’. Dalam buku itu, Azumardi menyebutkan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada masa kerajaan Sriwijaya. Hal ini dibuktikan dengan adanya surat yang dikirim oleh Raja Sriwijaya kepada Umar bin Khattab yang berisi ucapan selamat atas terpilihnya Umar bin Khattab sebagai pemimpin Islam menggantikan Abu Bakar.

b.  Makam Fatimah binti Maimun
Berdasarkan hasil penelitian sejarah telah ditemukan sebuah makam Islam di Leran, Gresik. Pada batu nisan dari makam tersebut tertulis nama seorang wanita, yaitu Fatimah binti Maimun dan angka tahun 1082. Artinya, dapat dipastikan bahwa pada akhir abad XI Islam telah masuk ke Indonesia. Dengan demikian, dapat diduga bahwa Islam telah masuk dan berkembang di Indonesia sebelum tahun 1082.

c.  Makam Sultan Malik Al-Saleh
Makam Sultan Malik Al-Saleh yang berangka tahun 1297 merupakan bukti bahwa Islam telah masuk dan berkembang di daerah Aceh pada abad XIII. Mengingat Malik Al-Salaeh adalah seorang sultan, maka dapat diperkirakan bahwa Islam telah masuk ke daerah Aceh jauh sebelum Malik Al-Saleh mendirikan Kesultanan Samudera Pasai.

d.  Ceritera Marco Polo
Pada tahun 1092, Marco Polo seorang musafir dari Venesia (Italia) singgah di Perlak dan beberapa tempat di Aceh bagian Utara. Marco Polo sedang melakukan perjalanan dari Venetia ke negeri Cina. Ia menceritakan bahwa pada abad XI, Islam telah berkembang di Sumatera bagian Utara. Ia juga menceriterakan bahwa Islam telah berkembang sangat pesat di Jawa.

e.  Ceritera Ibn Battuta
Pada tahun 1345, Ibn Battuta mengunjungi Samudera Pasai. Ia menceriterakan bahwa Sultan Samudera Pasai sangat baik terhadap ulama dan rakyatnya. Di samping itu, ia menceriterakan bahwa Samudera Pasai merupakan kesultanan dagang yang sangat maju. Di sana, Ibn Battuta bertemu dengan para pedagang dari India, Cina, dan para pedagang dari Jawa. Pendapat lain Beberapa waktu terakhir ini berkembang pendapat baru bahwa Islam sebenarnya telah datang dan berkembang di kawasan Nusantara pada abad VII-VIII atau abad I tahun hijrah. Pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa masyarakat Indonesia telah menjalin hubungan dagang dengan bangsa-bangsa India, Cina, dan Arab (khususnya Persia). Bahkan kalau ditelusur pada awal abad Masehi orang-orang Yunani telah mengenal Nusantara. Tercatat dalam peta yang disusun oleh Ptolomeus, nama-nama seperti Tabih, Argue, Posi Lam Wuli, Rommi, Lameri.

Peranan Pedagang
Pedagang adalah seseorang yang pekerjaannya melakukan jual beli barang. Sedangkan perdagangan adalah sebuah transaksi (kesepakatan) antara penjual dan pembeli untuk saling menukarkan barang atau benda yang mereka miliki. Alat pembayaran yang sah dalam transaksi perdagangan adalah uang. Namun, pada waktu itu masyarakat belum mengenal atau mencetak uang sebagai alat pembayaran. Oleh karena itu, perdagangan masih dilakukan secara ‘barter’, yaitu perdagangan yang dilakukan dengan cara menukar barang tertentu dengan barang yang lain. Misalnya, para pedagang Indonesia membawa hasil pertanian (beras, rempah-rempah, atau yang lain) bertemua dengan pedagang dari luar yang membawa barang-barang dagangan (seperti kain, sutera, keramik, perhiasan, dan sebagainya). Setelah bertemu, mereka mengadakan transaksi untuk saling menukarkan barang-barangnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Pada waktu itu, pertemuan antar pedagang bukan pekerjaan yang mudah karena berbagai faktor, seperti: (1) belum adanya tempat transaksi yang tetap; (2) keadaan geografis yang masih sulit dijangkau oleh pedagang dari daerah lain; (3) hubungan antar daerah (kota) yang satu dengan daerah (kota) yang lain masih sulit; (4) terbatasnya sarana transportasi, terutama transportasi darat. Oleh karena itu, satu-satunya hubungan antara para pedagang yang paling mudah adalah melalui jalur laut.

Kegiatan perlayaran dan perdagangan antara kawasan Asia Barat dan Asia Timur melalui Selat Malaka telah berlangsung cukup lama. Malaka menjadi pusat perdagangan dan persinggahan para pedagang dari Cina, India, Persia, dan para pedagang dari Kepulauan Indonesia. Pertemuan mereka memberikan pengaruh satu sama lainnya, baik dalam bidang budaya maupun agama. Orang-orang Persia yang datang kemudian membawa budaya dan agama Islam. Para pedagang Indonesia pun mendapat kesempatan untuk belajar agama Islam dari para pedagang Persia atau pedagang India yang telah memeluk agama Islam. Bahkan, ketika para pedagang Indonesia pergi ke Persia selalu memanfaatkan waktu untuk belajar agama. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia mulai memeluk agama Islam. Bahkan, kota-kota bandar seperti Pasai, Samudera, Perlak, Gresik, Tuban, Demak, Cirebon, Banten telah menjadi bandar-bandar yang dikuasai oleh orang-orang Islam. Tidak lama sesudah itu, muncullah kesultanan-kesultanan Islam di berbagai wilayah Indonesia.

Perdagangan di Kepulauan Nusantara tidak hanya terjadi di wilayah Indonesia bagian Barat saja, tetapi telah berkembang sampai ke wilayah Indinesia bagian Timur. Para pedagang dari pulau Jawa membawa beras ke Kepulauan Maluku dan sebelum pulang mereka membeli rempah-rempah untuk dijual kepada para pedagang dari India, Persia, dan Arab. Dengan demikian, pengaruh Islam tidak hanya terbatas di pulau Sumatera dan Jawa, tetapi sampai di Kepulauan Maluku. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila dalam perkembangannya muncul kesultanan Islam di Kepulauan Maluku, seperti Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore. Melalui hubungan dagang itulah, para pedagang saling mengenal dan memperkenalkan adat istiadat, budaya, dan agamanya. Para pedagang muslim, di samping berdagang, mereka juga diwajibkan melakukan siar agama atau menyebarluaskan agamanya kepada orang lain. 

Meskipun demikian, yang aktif dalam menyebarkan agama Islam bukan hanya para pedagang muslim yang berasal dari Arab, Persia, maupun Gujarat. Para pedagang Indonesia pun sangat aktif untuk belajar agama Islam sehingga mampu mengajarkan agama Islam kepada sanak keluarga dan tetangga-tetangganya. Di samping melalui jalur perdagangan, penyebaran Islam juga dilakukan melalui jalur perkawinan. Para pedagang muslim menikah dengan penduduk Indonesia. Setelah menikah, kemudian mereka ikut memeluk agama Islam. Bahkan, keluarga mereka akhirnya memeluk agama Islam.

Peranan Bandar-bandar Pelabuhan
Sebagaimana dikatakan di atas bahwa salah satu penghambat pelaksanaan hubungan perdagangan adalah tidak adanya tempat transaksi yang tetap. Oleh karena itu, salah satu usaha yang dilakukan oleh para pedagang adalah membangun kota pelabuhan. Biasanya, kota pelabuhan yang terletak pada jalur perdagangan yang strategis dapat berkembang dengan pesat dan cepat. Dengan demikian, pembangunan kota pelabuhan merupakan salah satu persyaratan yang penting bagi perkembangan perdagangan di kepulauan Indonesia. Dalam perkembangannya, kota pelabuhan memegang peranan penting penyebaran Islam di kepulauan Indonesia. Kota pelabuhan merupakan tempat bertemunya para pedagang. Mereka kadang-kadang harus menginap, apabila barang dagangannya belum laku seluruhnya. Pada waktu bermalam, banyak kegiatan yang dilakukan para pedagang muslim, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan ajaran Islam. Misalnya, melaksanakan sholat dan membaca kitab suci Al-Qur’an (mengaji). Kegiatan pedagang muslim kemudian ditiru oleh para pedagang Indonesia. Bahkan, tidak sedikit di antara pedagang Indonesia yang sengaja belajar agama Islam.

Berdasarkan kenyataan di atas, maka tidak berlebihan apabila kota pelabuhan sebagai kota dagang dan jalur pelayaran memiliki peranan yang strategis dan penting bagi proses masuknya Islam ke Indonesia. Beberapa fungsi kota pelabuhan adalah sebagai berikut:
  1. Sebagai tempat berlabuh kapal-kapal dagang, baik untuk memuat dan
  2. Sebagai tempat traksaksi perdagangan (jual beli barang-barang).
  3. Sebagai tempat persinggahan dan/atau istirahat para pedagang.
  4. Sebagai tempat tinggal para pengusaha kapal dan para pedagang./atau membongkar barang-barang dagangannya.
Pada umunya, bandar-bandar tersebut kemudian berkembang menjadi pusat pemerintahan. Misalnya, Samudra Pasai, Perlak, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan Tidore.


1 Response to "Perkembangan Islam di Indonesia"