Pemberontakan PRRI dan Permesta


Pemberontakan PRRI berawal dari sebuah reuni mantan Divisi Banteng di Padang pada 20 November 1956. Dalam reuni tersebut disetujui pembentukan Dewan Banteng yang diketuai oleh Letkol Achmad Husein. Dewan Banteng mengajukan tuntutan kepada pemerintah pusat mengenai otonomi daerah.

Kondisi serupa juga terjadi di Sulawesi dan Sumatra yang dipicu oleh ketidakpuasan seputar masalah otonomi pemerintahan dan pembagian keuangan antara pusat dengan daerah. Ketidakpuasan juga terjadi pada sejumlah politisi dan pimpinan militer. Beberapa pimpinan militer yang tidak puas kemudian membentuk dewan-dewan daerah, di antaranya sebagai berikut.
  1. Dewan Banteng di Sumatra Barat, yang dibentuk oleh Letkol. Achmad Hussein pada tanggal 20 Desember 1956.
  2. Dewan Gajah di Sumatra Utara, yang dibentuk oleh Kolonel Mauluddin Simbolon pada tanggal 22 Desember 1956.
  3. Dewan Garuda di Sumatra Selatan, yang dibentuk oleh Letkol. Barlian pada Januari 1957.
  4. Dewan Manguni di Sulawesi Utara, yang dibentuk oleh Mayor Somba pada tanggal 17 Februari 1957.
Pada tanggal 9 Januari 1958, para tokoh politik dan militer yang tidak puas pada pemerintah melakukan pertemuan rahasia di Sungai Dareh, Sumatra Barat. Para tokoh politik yang hadir saat itu antara lain M. Natsir, Soemitro Joyohadikusumo, Syafruddin Prawiranegara, dan Burhanuddin Harahap. Sementara para tokoh militer yang hadir antara lain Kolonel Simbolon, Letkol. Ventje Sumual, Letkol. Barlian, dan Letkol. Achmad Hussein.

Dalam pertemuan tersebut, para tokoh menyepakati untuk mendirikan gerakan perjuangan menyelamatkan Republik Indonesia. Gerakan tersebut mengirimkan ultimatum pada pemerintah RI agar presiden kembali pada kedudukannya sesuai undang-undang dasar dan membubarkan Kabinet Juanda (Kabinet Karya) untuk diganti dengan kabinet yang dipimpin oleh Mohammad Hatta dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Pemerintah RI menolak mentah-mentah ultimatum tersebut dan menjawabnya dengan pemecatan terhadap semua perwira militer yang terlibat.

Akibat penolakan pemerintah tersebut, pada 15 Februari 1958 Letkol. Achmad Hussein menyatakan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Padang dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai perdana menteri. Dua hari setelah pernyataan pendirian PRRI, Dewan Manguni yang telah membentuk Piagam Perjuangan Semesta (Permesta) menyatakan Permesta mengakui kepemimpinan PRRI dan memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat RI di Jakarta.

Pemerintah menjawab pemberontakan tersebut dengan menggelar operasi militer gabungan yang melibatkan ketiga angkatan TNI dan polisi. Secara perlahan, wilayah-wilayah yang diduduki PRRI di Sumatra mulai diduduki kembali oleh TNI. Pada tanggal 29 Mei 1958, Letkol. Achmad Hussein dan pasukannya menyerah. Kemudian, satu per satu tokoh PRRI pun menyerah. Sementara itu, operasi yang digelar TNI untuk menumpas Permesta di Sulawesi mendapat perlawanan yang lebih sengit. untuk mengimbanginya, Pemerintah menggelar operasi militer gabungan dengan sandi Operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol. Rukminto Hendraningrat.

Akhirnya pada Agustus 1958, pemberontakan Permesta dapat ditumpas. Pemerintah memberikan kesempatan kepada para tokoh Permesta untuk menyerah dengan janji akan mendapatkan amnesti. Para tentara Permesta pun akhirnya banyak yang menyerah. Penumpasan terhadap PRRI dilakukan dengan melaksanakan operasi militer yang terdiri atas gabungan AD, AL, dan AU. Operasi militer tersebut ditujukan untuk menumpas pemberontakan dan mencegah turut campurnya kekuatan asing dalam menyebarluaskan pemberontakan ke daerah lain.

Operasi militer yang dilaksanakan antara lain sebagai berikut.
a. Operasi 17 Agustus dipimpin Kolonel Ahmad Yani.
b. Operasi Tegas dipimpin Letkol. Kaharudin Nasution.
c. Operasi Saptamarga dipimpin Brigjen. Jatikusumo.
d. Operasi Sadar dipimpin Letkol. Dr. Ibnu Sutomo.


Allan Lawrence Pope
Selain itu, pada tanggal 18 Mei 1958 pasukan TNI berhasil menembak jatuh sebuah pesawat tempur Permesta yang ternyata diterbangkan oleh seorang pilot warga negara Amerika Serikat bernama Allan Lawrence Pope.




0 Response to "Pemberontakan PRRI dan Permesta"

Post a Comment