Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)


Menjelang tahun 1950, kedudukan RIS sudah melemah akibat tuntutan rakyat di seluruh Indonesia yang menghendaki kembalinya bentuk negara kesatuan. Pada saat itu, tokoh-tokoh negara Pasundan bentukan Belanda berpihak pada RI dan berencana membubarkan negara Pasundan untuk kembali bersatu dengan Republik Indonesia.


Pada bulan Januari 1950 seorang mantan tentara KNIL, Kapten Raymond Westerling, menghimpun seluruh unsur APRIS dari para mantan anggota KNIL. Mereka menamakan dirinya Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Istilah ‘Ratu Adil’ berasal dari salah satu ramalan Raja Jayabaya dari Kediri bahwa Indonesia baru akan makmur jika dipimpin oleh seorang Ratu Adil. Dengan menggunakan nama ‘Ratu Adil’ mereka berharap akan dapat menarik simpati rakyat.

APRA mengajukan tuntutan pada pemerintah RIS agar diakui sebagai tentara Pasundan dan negara Pasundan tetap dipertahankan. Karena tidak mendapat tanggapan, maka pada tanggal 23 Januari 1950 APRA secara mendadak menyerang dan dengan cepat menduduki Kota Bandung. Setiap anggota TNI yang mereka jumpai segera ditembak dan tidak kurang dari 79 anggota TNI terbunuh. Seorang perwira TNI bernama Kolonel Lembong mereka bunuh di tengah jalan.

Untuk menumpas pemberontakan APRA, pemerintah RIS mendatangkan pasukan dari kesatuan-kesatuan polisi Jawa Tengah dan Jawa Timur yang ketika itu sedang berada di Jakarta. Dalam suatu pertempuran di daerah Pacet pada tanggal 24 Januari 1950, APRA berhasil dihancurkan. Akhirnya diketahui bahwa pemberontakan APRA didalangi oleh Sultan Hamid II. 

Dan tindakan selanjutnya adalah merebut kembali Kota Bandung serta pembersihan pada semua anggota KNIL dan para tokoh negara Pasundan yang terlibat, sehingga APRA dan dalangnya dapat diringkus. Namun, Kapten Raymond Westerling dapat melarikan diri ke negeri Belanda.


0 Response to "Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)"

Post a Comment