Kisah Teladan Nabi Nuh as


Nabi Nuh as merupakan keturunan kesembilan dari Nabi Adam as dan ketiga dari Nabi Idris as. Ayahnya bernama Lamik bin Mutawaslih bin Idris. Nabi Nuh as hidup selama 950 tahun. Ia mempunyai istri bernama Wafilah dan empat orang putra, yaitu Syam, Khan, Yafits, dan Kan’an.

Nabi Nuh hidup di tengah-tengah kaumnya sembilan ratus lima puluh tahun lamanya. Dia menyampaikan seruannya dengan sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, siang dan malam, memberi kabar gembira dan kabar ancaman. Tetapi kaumnya menutup mata dan telinga, mengunci hati. Juga melontarkan ejekan, caci makian dan hinaan.


Umat Nabi Nuh adalah penyembah berhala pertama dalam sejarah. Dalam al-Qur’an surah Nuh ayat 23, disebutkan beberapa berhala yang mereka sembah, yaitu Wadd, Suwa, Yaghut, Ya’uq, dan Nasr. Mereka menamai berhala mereka dengan nama kerabat mereka yang telah meninggal dunia. Untuk menghormati orang-orang mati tersebut, mereka menyembah patung berhalanya. Nabi Nuh as mengingatkan perbuatan umatnya, namun mereka menutup telinga, termasuk putranya Kan’an.

Nabi Nuh bermunajat kepada Allah swt: “Nuh berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang. Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan. Kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam. Maka aku katakan kepada mereka: Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”(Q.S. Nuh/71: 5-12).

Tahun demi tahun berlalu, abad demi abad dilampaui, generasi demi generasi ditarik dari peredarannya datang silih berganti. Ayah disusul anak dan anak diganti cucu hingga sampai tiga puluh atau empat puluh generasi berturut-turut. Semua menolak dan menentang seruan Nabi Nuh. Tidak mengherankan jika Nuh berputus asa lalu berdoa: “Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma’siat lagi sangat kafir.”(QS. Nuh/71: 26-27).

Setelah perahu Nabi Nuh as sempurna dibuat, turunlah perintah Allah agar Nuh bersama pengikutnya segera naik ke perahu. Ketika banjir datang, Nabi Nuh as masih sempat melihat Kan’an sedang berjuang menyelamatkan diri. Karena cintanya, Nabi Nuh as mengajak anak itu. Namun Kan’an tak mempedulikan seruan ayahnya dan akhirnya tenggelam ditelan banjir besar. Seluruh kaum Nabi Nuh as yang ingkar habis ditelan banjir. Setelah banjir besar, langit berangsur-angsur cerah dan bumi mengisap air banjir. Perahu Nabi Nuh akhirnya berlabuh di Gunung Judie di sekitar Sungai Mausul, Irak.


Wallahu A'lam......