Susilo Bambang Yudhoyono Kadet Lembah Tidar ke Istana


Dia anak tunggal prajurit profesional sekaligus pemimpin yang disegani. Tanda garis hidup cemerlangnya mulai terdata semenjak kelas lima Sekolah Rakyat. Dia ingin menuju Lembah Tidar. Dari Lembah Tidar dia lalu membangun kapasitas dan integritas sebagai calon pemimpin nasional. Dia tidak sampai mengecap jabatan tertinggi Angkatan Darat dan TNI. Dia pensiun dini lima tahun lebih cepat saat berbintang tiga.

Dia terus mengasah diri menjadi pemimpin masa depan. Menangani koordinasi bidang politik, sosial, dan keamanan di Kabinet Gus Dur, demikian pula pada Kabinet Megawati stabilitas politik dan keamanan dalam negeri tertata rapi. Berbagai catatan emas keberhasilan membuatnya mantap melangkah mencari jalan sebagai pemimpin nasional tertinggi. 

Partai Demokrat mengusungnya bersama Jusuf Kalla sebagai Calon Presiden dan Wakil Presiden 2004–2009. Pasangan ini terbukti terkuat di antara empat kandidat lain. Rakyat telah memilih Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Muhammad Jusuf Kalla (JK) sebagai pemimpin. 

SBY lahir tanggal 9 September 1949 di lingkungan sebuah Pondok Pesantren Tremas, yang jaraknya 15 kilometer dari Kota Pacitan, Jawa Timur. Ibunya Siti Habibah, putri salah seorang pendiri Pondok Pesantren Tremas, dan ayahnya, R. Soekotjo seorang bintara Angkatan Darat yang bertugas di Koramil di kecamatan berbeda.

Bersuka cita melihat kelahiran anak, Soekotjo spontan menarik pistol dari pinggang, lantas meletakkannya di atas dahi sang bayi putra semata wayang yang kemudian diberi nama Susilo Bambang Yudhoyono. Susiloberarti orang yang santun dan penuh kesusilaan. Bambang adalah ksatria. Yudho bermakna perang, dan Yono sama dengan kemenangan. Jadilah nama lengkap Susilo Bambang Yudhoyono, disingkat SBY, diartikan seorang yang santun, penuh kesusilaan, kesatria, dan berhasil memenangkan setiap peperangan. SBY tumbuh dan berkembang sebagai anak desa yang cerdas dan pandai bergaul. Sebagai anak semata wayang, SBY mem peroleh kasih sayang besar dari kedua orang tua. Didikan ayah menitikberatkan kerja keras dan disiplin, sedangkan ibu menekan kan masalah iman dan ketaqwaan.

SBY sekolah di Sekolah Rakyat Desa Purwoasri, Kecamatan Kebonagung. Dia aktif di kepanduan dan suka membaca. Mulai dari komik hingga buku tentang wayang. Dari buku wayang dia mengetahui bagaimana kultur Jawa melakukan peng hormatan dan sopan santun. Kemudian, baca an tersebut banyak memengaruhi tingkah laku dan pembawaannya yang santun, tenang, pendiam, tidak emosional, dan bersahaja.

SBY tumbuh menjadi seorang murid yang cerdas dan mampu menyerap dengan cepat semua mata pelajaran yang diberikan guru. Rekan sekelas banyak bertanya kepadanya, khususnya pelajaran berhitung, ilmu bumi, dan sejarah. Sifatnya suka mengalah. Dia tidak sombong juga tidak pendendam. Dia tidak suka pada segala bentuk kekerasan atau hal-hal yang bersifat keras. Ia enggan ikut main sepak bola dan kasti.

SBY mulai menunjukkan sifat seorang pemimpin dan pemaaf. Ia selalu mendapat tugas sebagai komandan, seperti komandan peleton SR Gadjahmada yang meraih juara pertama kelompok putra lomba gerak jalan antar-SR tingkat Kabupaten Pacitan. Pada Juli 1962, SBY lulus dari sekolah SR dengan nilai terbaik. Pendidikan SR adalah pijakan masa depan paling menentukan dalam diri SBY. Ketika duduk di bangku kelas lima, SBY untuk pertama kali kenal dan akrab dengan nama Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang, Jawa Tengah. Kemudian, AMN berubah nama menjadi Akabri.

Ketika itu, ayahnya yang bintara angkatan darat (akhirnya pensiun sebagai letnan), bersama keluarga mengajak SBY berjalan-jalan wisata mengisi hari libur sekolah ke Lembah Tidar, Magelang, Jawa Tengah, tempat AMN berdiri. SBY bergumam dalam hati, suatu ketika kelak akan menjadi para taruna gagah, tampan, dan memesona. SBY masuk SMP Negeri Pacitan, terletak di selatan alun-alun. Ini adalah sekolah idola bagi anak-anak. Di bangku SMP, jiwa sosial SBY serta kemampuan menggalang rekan-rekan kian terasah. Dia terlibat dalam berbagai kegiatan intra dan ekstra sekolah, seperti masakmemasak, kelompok belajar, musik, hingga olahraga, khususnya voli dan tenis meja. SBY juga aktif di Pijar Sena sebuah kompi pelajar serbaguna. Kompi ini pernah mendapat tugas di Desa Pager Lot mendata penduduk dalam rangka mencari pelarian anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia juga aktif di bidang seni budaya, seperti melukis hingga belajar teater dalam sanggar seni Dahlia Pacitan pimpinan Gondrong Suparman. Dia juga melahirkan ide membuat majalah dinding. Di situ SBY menjadi editor, menulis artikel seputar sekolah, puisi, hingga menulis cerpen.

Kegiatan-kegiatan tersebut masih berlanjut saat SBY memasuki bangku SMA 27, sebutan untuk SMA Negeri Pacitan. SBY tidak hanya menonjol dalam setiap pelajaran. Dia tetap rendah hati dan mau berbagi pengetahuan kepada teman. Ia kerap kali tampil ke depan mengajar matematika ketika guru yang bersangkutan berhalangan. Bakat seni SBY juga semakin terasah. Dia piawai bermain musik. SBY adalah pemain bass gitar band sekolah. Ia juga meneruskan hobi bermain voli. Benih-benih sebagai pemimpin berbakat mulai bersemi dalam jiwa SBY. Dia akhirnya dinyatakan lulus dari bangku SMA sejak 1968. SBY ingin segera mewujudkan ke inginan menyandang pedang dan senjata. Sayang harus tertunda setahun karena kesalahan informasi pendaftaran. Dia terlambat mendaftarkan diri. Masa pe nantian dia isi dengan mengikuti pendidikan di Fakultas Teknik Mesin Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS), walaupun hanya sampai tahapan orientasi kampus.

SBY punya pilihan lain, dia masuk ke Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PG-SLP) di Malang, Jawa Timur. Di Malang, SBY mempersiapkan fisik, mental, dan intelektual agar tahun depan nya lulus ujian penyaringan Akabri tingkat daerah di Jawa Timur dan tingkat pusat di Bandung.

Menjelang akhir 1969, SBY mendaftar di Malang. Lulus, lalu pergi tes lanjutan ke Bandung, juga lulus. SBY dikirim ke Magelang mengikuti pendidikan mulai awal 1970. Pada 11 Desember 1973, SBY mengakhiri masa pendidikan akademi militer sebagai lulusan terbaik di antara 987 taruna lulusan seangkatan. SBY berhak menyandang pangkat letnan dua infantri dengan NRP 26418. SBY lulus dengan meraih penghargaan Bintang Adhi Makayasa. Artinya, sebagai yang terbaik atau setara dengan summa cum laudedari antara teman seangkatan di segala hal. Mulai hal kepribadian, fisik, mental, dan akademis. Bintang Adhi Makayasa diserahkan langsung oleh Presiden Soeharto kepada SBY.

Sesudah berpangkat Letnan Satu pada 1976, SBY terpilih mengikuti pendidikan Ranger School dan Airborne School di Fort Benning, Amerika Serikat. Lokasi ini adalah sebuah pusat pendidikan militer ternama Angkatan Darat Amerika Serikat. Pilihan itu mengisyaratkan bahwa SBY adalah seorang perwira yang mempunyai masa depan. 

Pada saat bertugas, SBY selalu memperhatikan prestasi terbaiknya. Contohnya, saat bertugas di Bosnia-Herzegovina, SBY berkesempatan menjalin hubungan pribadi yang cukup baik dengan Kofi Annan. Ia seorang warga negara Nigeria diplomat karier PBB berkedudukan sebagai mitra Sekjen PBB Butros Butros Gali. Annan sekaligus menjabat Head of Mission untuk masalah Bosnia. Beberapa tahun kemudian, Kofi Annan terpilih menjadi Sekjen PBB. Hal ini menjadikan persahabatan pribadi yang akrab antara SBY dan Annan sangat bermakna bagi kepentingan bangsa dan negara Indonesia.

Pada Oktober 1999, sebagai Kaster TNI jenderal berbintang tiga, SBY diminta presiden terpilih Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjabat Menteri Pertambangan dan Energi (Mentamben). SBY tidak perlu lama memangku Mentamben. Dia dipromosikan menjadi Menko Polsoskam menggantikan pejabat lama, Wiranto. Gus Dur akhirnya lengser digantikan wakilnya Megawati Soekarnoputri. Mega kemudian meminta SBY untuk ikut membantu sebagai Menko Polkam. Tugas baru, tetapi lama sebagai Menko Polkam kembali membuat SBY sibuk dengan urusan pengamanan. Pengelolaan politik dan keamanan di bawah koordinasi SBY dalam Kabinet Persatuan Nasional pimpinan Gus Dur, dan Kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati, sangat terarah menciptakan stabilitas politik dan keamanan. Kerusuhan sosial yang terjadi luar biasa selama tiga tahun sebelumnya, belakangan secara berangsur memasuki kondisi normal. Sebuah ukuran, keberhasilan penanganan masalah politik dan keamanan di tangan SBY.



0 Response to "Susilo Bambang Yudhoyono Kadet Lembah Tidar ke Istana"

Post a Comment