Kisah Burung Balam dan Semut Merah


Ada seekor burung balam yang tinggal di tengah hutan. Setiap hari ia terbang mengelilingi hutan rimba itu. Burung balam itu mencari makan atau kadang-kadang hanya ingin melihat-lihat saja. Sesekali ia bertengger di atas dahan sambil bernyanyi. Suaranya sangat merdu. Pada suatu hari, ia mendengar suara minta tolong. “Tolong … tolong … aku tenggelam!” Burung balam mencoba mencari-cari arah suara itu. Rupanya suara itu datang dari tengah danau yang dalam. Ia segera terbang dan melayang rendah di permukaan air. Tampak seekor semut merah hampir tenggelam di permukaan air danau.




“Tolong … tolong … !” teriak semut itu.

“Tunggulah sebentar, wahai semut. Kau akan segera kutolong,” kata burung balam. Ia memetik sehelai daun. Lalu ia membawanya ke tengah danau. Ia terbang rendah sambil menggeleparkan sayapnya di dekat semut. Lalu, ia meletakkan daun itu di permukaan air. Katanya, “Naiklah ke atas daun itu, wahai semut!”

Semut merah itu berusaha naik ke atas daun melawan gelombang danau yang besar. Berkat ketabahannya, ia dapat mencapai permukaan danau itu dan berpegang kuat-kuat di sana.

“Nah, berpeganglah kuat-kuat. Engkau akan kuterbangkan ke darat,” kata burung balam itu lagi.

Semut merah itu pun berpegang pada urat-urat daun. Burung balam mematuk tangkai daun itu dan membawanya terbang ke darat. Ia hinggap di sebuah pohon kayu dan meletakkan daun itu pada dahannya. Semut merah merayap dari daun itu mendekati burung balam.

“Terima kasih atas kebaikanmu, Burung Balam. Engkau telah menyelamatkan nyawaku,” katanya.

“Jangan berkata demikian. Itu hanya suatu perbuatan yang tidak berarti.”

“Betapa pun aku tak bisa melupakan jasamu, Burung Balam,”kata semut merah pula.

“Bersyukurlah kepada Tuhan dan hati-hatilah. Jangan sampai kau terjatuh lagi ke dalam air. Selamat tinggal!” ujar burung balam.

“Selamat jalan. Suatu saat aku berharap dapat membalas budimu.”

Mereka pun berpisah. Burung balam terbang lagi mengelilingi hutan belantara dan sang semut merayap-rayap di dahan kayu mencari makan. Tidak berapa lama kemudian, sang semut sedang mencari makanan di dahan kayu. Ia melihat ada seorang pemburu di bawah pohon itu. Pemburu itu membawa sepucuk senapan yang telah siap dibidikkan ke atas pohon.

“Ia pasti akan menembak burung,” pikir sang semut. “Mungkin sahabatku yang akan dibunuhnya.” Ia melihat di atas pohon. Benar saja, di pucuk pohon tampak burung balam, sahabatnya, sedang bertengger. Akan berteriak tak mungkin. Pasti burung balam itu tidak mendengar. Apa akal? Semut merah mencoba mencari akal. Sementara itu, si pemburu sudah siap menarik picu bidikannya tepat ke arah burung balam. Peluru pasti tidak akan meleset lagi. Tiba-tiba sang semut menjatuhkan diri tepat di hidung sang pemburu dan cepatcepat ia merayap ke mata yang tengah membidik. Digigitnya kelopak mata penburu itu. Sang pemburu menjerit kesakitan “Aduh … “ Tepat saat itu ia menarik picu senapannya. Namun, sasarannya jadi berubah. Peluru melayang di sisi burung balam, menerjang rimbunan dedaunan. 

Burung balam terkejut. Secara naluri ia terbang. Sempat juga ia melihat seorang pemburu yang sedang menggosok-gosok matanya. Senapannya ia lemparkan ke tanah. Wajahnya tampak kesakitan. Burung balam terus terbang menjauh. Ia tidak tahu kalau telah diselamatkan oleh semut merah sahabatnya. Semut merah cepat melompat ke tanah dan merayap lagi ke atas dahan. Hatinya merasa sangat senang telah menyelamatkan nyawa sahabatnya. “Aku telah membalas budi baik sahabatku,” katanya dalam hati. “Tetapi ia tidak tahu bahwa aku telah menyelamatkan nyawanya dari tangan si pemburu.” Semut merah merenung sesaat. Namun, tiba-tiba ia tersenyum puas. Ia sadar bahwa berbuat baik terhadap siapa pun tidak perlu ditonjol-tonjolkan. Ia cepat-cepat merayap ke sarangnya, berkumpul dengan teman-temannya.

1 Response to "Kisah Burung Balam dan Semut Merah"