PERKEMBANGAN AGAMA NASRANI DI INDONESIA PADA MASA KOLONIALISME BARAT


Berkembangnya Agama Nasrani tidak bisa lepas dari kedatangan bangsa Barat. Anda masih ingat semangat tiga G?. Salah satu dari semangat tiga G itu adalah gospel (agama). Dari segi agama, ambisi orang-orang Eropa ke kawasan Timur berkaitan dengan adanya semangat bangsa-bangsa Barat untuk melanjutkan Perang Salib dan sekaligus menyebarkan agama Kristen.

Foto-Foto Gereja Di Bandung Tempo Dulu:
Gereja di Bandung

Terdapat perbedaan pendapat tentang sejarah awal keberadaan penganut Nasrani di Indonesia. Pendapat pertama menyatakan bahwa sudah terdapat orang beragama Nasrani sebelum kehadiran bangsa Barat di Kepulauan Indonesia, yaitu pada abad ke-7 berdasarkan diketemukannya orang yang beragama Katholik di Barus dan Sibolga. Hal ini diperkuat juga dengan keberadaan penganut Nasrani di Sumatra Selatan, Jawa dan kalimantan pada abad ke-13 dan 14. Sedangkan pendapat kedua menyatakan kehadiran pengaut Nasrani baru ada setelah kehadiran orang Barat. Pendapat ini berpegang pada peristiwa pemandian terhadap penduduk Halmahera pada tahun 1534. Peristiwa ini secara luas dipegang sebagai awal penasranian penduduk di Kepulauan Indonesia.




Bukti-bukti menunjukkan bahwa sejak kedatangan Portugis dan Spanyol di Kepulauan Indonesia, proses penyebaran agama Kristen mulai berlangsung. Hal ini dikaitkan dengan motif agama selain ekonomi yang dilakukan oleh kedua bangsa tersebut sebagai imperialisme kuno. Selain Malaka dan kepulauan Maluku merupakan salah satu wilayah pertama bersentuhan dengan agama Nasrani, khsusnya Katholik. Raja Ternate bernama Tabarija yang diasingkan Portugis ke Goa pada tahun 1535 dilaporkan memeluk agama Nasrani sejak dipengungsian. Perkembangan agama Katholik semakin pesat sejak rohaniawan Spanyol bernama Francisacus Xaverius yang merupakan pendiri Orde Jesuit bersama Ignatius Loyolo melakukan kegiatan keagamaan di tengah-tengah masyarakat Ambon, Ternate dan Morotai antara tahun 1546-1547. 

School children bandung 1931:


Kehadiran Belanda di Indonesia merubah peta pengkristenan di wilayah ini. Di Maluku sebagian besar penduduk yang telah beragama Katholik berganti menjadi Calvinis. Bahkan, VOC melarang misi Katholik melakukan kegiatan kegamaan. Biarpun sampai awal abad ke-19 Belanda sebenarnya tidak secara resmi mendukung kegiatan para penyebar agama Protestan, proses “pengkristenan” penduduk lokal berbagai wilayah di Indonesia tidak dapat dihindari. Pada tahun 1619 Pendeta Hulsebos mendirikan jemaat pertamanya di Jakarta. Dalam perkembangannya, pada awal abad ke-18, sebagian besar jemaat Nasrani yang berada di bawah gereja Calvinis, bersama-sama orang Katholik kelompok gereja reformasi lainnya seperti Romanstran dan Lutheran dilarang. Gereja Lutheran baru boleh melakukan kegiatan pada tahun 1745 di bawah pengawasan tentara bayaran Jerman. 

Memasuki abad ke-19 penyebaran agama Nasrani semakin meluas ke berbagai wilayah di Indonesia. Kelompok misionaris Katholik dari gereja reformasi baik Eropa maupun Amerika mulai berdatangan. Pengangkatan Jacob Grooff sebagai uskup Katholik pertama di Indonesia pada tahun 1845 telah memancing munculnya perdebatan panjang di kalangan pemeluk Nasrani baik di Indonesia maupun Belanda yang memicu konflik antara gereja dan negara. Berdasarkan peratruran yang berlaku sejak tahun 1854 para guru, rohaniawan dan misionaris Nasrani harus memiliki ijin khusus dari Gubernur Jenderal ketika akan melakukan pekerjaan di wilayah Hindia Belanda. Wilayah Ambon dan sekitarnya menjadi hak eklusif gereja reformasi sampai tahun 1921. Daerah Batak juga menjadi daerah eklusif. Orang-orang Nasrani memulai kegiatan mereka di Sipirok pada tahun 1861, sementara misionaris Katholik baru diperkenankan masuk di wilayah ini pada tahun 1928. Begitu juga di wilayah Papua yang dikuasai oleh Belanda, jemaat Katholik di Flores dan Timor bagian barat diserahkan kepada Serikat Sabda Allah.




- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -  - - - - -  - - - - - - - - - - -  - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Paling tidak ada empat faktor yang mendorong kedatangan bangsa-bangsa Eropa berdatangan ke kawasan Nusantara. Pertama, munculnya merkantilisme, kedua terjadinya revolusi industri, ketiga, jatuhnya Konstantinopel dan keempat, semangat 3 G (gold, gospel dan glory). Pada tahun 1511 Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerqee berhasil menguasai Malaka. Dari Malaka inilah Portugis meluaskan pengaruh dan perdagangannya ke Indonesia. Tahun 1522 Portugis mendirikan benteng pertahanan Saint John di Ternate. Dengan kedudukan yang semakin kuat ini, Portugis kemudian menguasai kegiatan perdagangan rempah-rempah di Maluku.

Keberhasilan Portugis mendorong bangsa Spanyol ke Indonesia. Mereka lebih tertarik bersekutu dengan Tidore. Terjadilah persaingan antara Portugis dan Spanyol di kawasan Maluku. Untuk mengatasi masalah tersebut, pada tahun 1534 keduanya menyepakati diadakanlah Perjanjian Saragosa.  Keberhasilan bangsa Portugis dan Spanyol mendorong bangsa Belanda ingin mencari penghasil rempah-rempah. Di bawah pimpinan Cornelis de Heutman pada tahun 1596 rombongan orang-orang Belanda sampailah di banten. 

Pada tahun 1598 datang lagi rombongan orang-orang Belanda di bawah pimpinan van Nede dan van Heemskerck di Banten. Pada tahun 1599 datang armada yang dipimpin Jacob van Neck di Maluku. kedatangan orang-orang Belanda ini diterima dengan baik-baik. Berkembangnya Agama Nasrani di Indonesia tidak bisa lepas dari kedatangan bangsa Barat. Salah satu dari semangat tiga G itu adalah gospel (agama). Dari segi agama, ambisi orang-orang Eropa ke kawasan Timur berkaitan dengan adanya semangat bangsa-bangsa Barat untuk melanjutkan Perang Salib dan sekaligus menyebarkan agama Kristen.

Terdapat perbedaan pendapat tentang sejarah awal keberadaan penganut Nasrani di Indonesia. Pendapat pertama menyatakan bahwa sudah terdapat orang beragama Nasrani sebelum kehadiran bangsa Barat di Kepulauan Indonesia, yaitu pada abad ke-7 berdasarkan diketemukannya orang yang beragama Katholik di Barus dan Sibolga. Pendapat kedua menyatakan kehadiran pengaut Nasrani baru ada setelah kehadiran orang Barat. Pendapat ini berpegang pada peristiwa pemandian terhadap penduduk Halmahera pada tahun 1534. Peristiwa ini secara luas dipegang sebagai awal penasranian penduduk di Kepulauan Indonesia.

Perkembangan agama Katholik semakin pesat sejak rohaniawan Spanyol bernama Francisacus Xaverius bersama Ignatius Loyolo melakukan kegiatan keagamaan di tengah-tengah masyarakat Ambon, Ternate dan Morotai antara tahun 1546-1547. Kehadiran Belanda di Indonesia merubah peta pengkristenan di wilayah Maluku. Di Maluku sebagian besar penduduk yang telah beragama Katholik berganti menjadi Calvinis. Pada tahun 1619 Pendeta Hulsebos mendirikan jemaat pertamanya di Jakarta. Memasuki abad ke-19 penyebaran agama Nasrani semakin meluas ke berbagai wilayah di Indonesia.


0 Response to "PERKEMBANGAN AGAMA NASRANI DI INDONESIA PADA MASA KOLONIALISME BARAT"

Post a Comment